Minggu, 28 Juni 2015

Coretan Penting - Jangan Sebut Lagi



JANGAN SEBUT LAGI
Ahmad Zaelani

Perbincangan yang mungkin taka da hentinya terus bergulir baik itu pagi siang sore hingga malam. Kali ini ada gurauan penting tak penting yang ku rasa harus dibahas dan dianggap serius dan patut untuk diperbincangkan. Siang itu tepat pada hari jum’at pukul 12.40 waktu Indonesia bagian barat, diri ini dan dirinya kembali bergurau dan tentunya bukan bergurau secara langsung sebab seperti perkataannya Abdoel Moeis dalam bukunya Salah Asuhan yang mengatakan barat tinggalah barat dan timur tinggalah timur memang benarlah adanya, namun hanya berbeda konteks, Abdoel Moeis berbicara adat, diri ini berbicara lokasi antara diriku dan dirinya. Berbicara jarak, semoga hal itu bukan menjadi masalah yang rumit sebab sejauh apapun jarak ketika kasih dan sayang sudah memanggil untuk menjemput sang putri maka saat itu tak ada jarak sejangkal pun bagiku untuk dirinya (semoga hal ini tidak dianggap lelucon olehnya). Ku kira cukuplah mempersoalkan jarak, ini karena Abdoel Moeis saja.

Balik pada persoalan gurauan yang dianggap penting tak penting. Diri ini sangat nyaman sejatinya ketika berbincang apapun itu bersamanya, namun saat itu, pada siang itu ada yang sangat mengganggu mood ini dan mengacaukan segala pikiran nyaman dalam sebuah perbincangan yang sangat menarik antara diri ini dan dirinya. Sejak sebulan yang lalu, diri ini sudah memutuskan apa yang ingin ku lakukan agar semua terbebas dari jeratan asmara yang bisa dibilang bangsat itu. Diri ini sudah mengkokohkan niat dan sudah bisa berjalan lurus tanpa menengok kanan kiri bahkan ke belakang. Namun sayang dirinya belum sadar rupanya bahwa niat ini benar-benar sudah bulat akan tujuan yang lebih penting tentang seorang gadis yang membuatku nyaman berbincang dan bertukar garis 10 detik. Ingatlah apa yang kau katakan waktu itu yang diri ini lupa pada hari dan tanggal berapa yang jelas dirimu mengatakan bahwa kau akan membantuku untuk tidak menengok ke belakang, aku ingat kau mengatakan hal tersebut tepat pada pukul 9.55.

Jika dirimu itu menganggap bahwa setiap perkataan ini adalah palsu maka silahkan kau hapus histori dan laporkan tulisan-tulisan ini sebagai sampah yang tak berguna. Dalam tulisan sebelumnya diri ini sudah menjelaskan apa yang ku harapkan tentang tujuan diri ini melangkah dan terus menunggu hingga sekat itu tidak ada. Memang sangat buruk niat yang terkahir yakni menunggu tidak adanya sekat, tapi itulah yang kudambakan saat ini.

Kembali pada persoalan bahwa diri ini sedikit kesal dan kecewa ketika kau kembali mengingatkan hal-hal yang sudah hampir tak tercium sama sekali dan sudah lepas dari pandangan, dirimu seakan mengacuhkan apa yang sudah ku jabarkan panjang lebar lewat tulisan-tulisan yang memang tak terlalu penting untukmu, yang diri ini sendiri tak tahu apa yang kau lakukan setelah meminta menulis sesuatu tentang dirimu. Diri ini kecewa tentang perkataanmu yang mengingatkan kebangsatan yang tak pantas kembali diperbincangkan. Kenapa diri ini bisa kecewa dan kesal mendengar kau mengingatkan kembali? Sudah sangat jelas jawabannya jika kau lebih teliti dengan orang dihadapanmu, kau adalah tujuan dari semua yang kulakukan saat ini, maka untuk apa kau kembali memaksa untuk memunculkan kebangsatan yang sudah lalu itu, karena sejatinya saat ini yang patut diperbincangkan hanyalah aku, kau dan sekat yang menurut keegoisanku harus hilang.

Barat Jakarta, 28 Juni 2015

Tidak ada komentar: