JANGAN SEBUT LAGI
Ahmad Zaelani
Perbincangan
yang mungkin taka da hentinya terus bergulir baik itu pagi siang sore hingga
malam. Kali ini ada gurauan penting tak penting yang ku rasa harus dibahas dan
dianggap serius dan patut untuk diperbincangkan. Siang itu tepat pada hari
jum’at pukul 12.40 waktu Indonesia bagian barat, diri ini dan dirinya kembali
bergurau dan tentunya bukan bergurau secara langsung sebab seperti perkataannya
Abdoel Moeis dalam bukunya Salah Asuhan yang mengatakan barat tinggalah barat dan timur tinggalah timur memang benarlah
adanya, namun hanya berbeda konteks, Abdoel Moeis berbicara adat, diri ini
berbicara lokasi antara diriku dan dirinya. Berbicara jarak, semoga hal itu
bukan menjadi masalah yang rumit sebab sejauh apapun jarak ketika kasih dan
sayang sudah memanggil untuk menjemput sang putri maka saat itu tak ada jarak
sejangkal pun bagiku untuk dirinya (semoga hal ini tidak dianggap lelucon
olehnya). Ku kira cukuplah mempersoalkan jarak, ini karena Abdoel Moeis saja.
Balik pada
persoalan gurauan yang dianggap penting tak penting. Diri ini sangat nyaman
sejatinya ketika berbincang apapun itu bersamanya, namun saat itu, pada siang
itu ada yang sangat mengganggu mood
ini dan mengacaukan segala pikiran nyaman dalam sebuah perbincangan yang sangat
menarik antara diri ini dan dirinya. Sejak sebulan yang lalu, diri ini sudah
memutuskan apa yang ingin ku lakukan agar semua terbebas dari jeratan asmara
yang bisa dibilang bangsat itu. Diri ini sudah mengkokohkan niat dan sudah bisa
berjalan lurus tanpa menengok kanan kiri bahkan ke belakang. Namun sayang
dirinya belum sadar rupanya bahwa niat ini benar-benar sudah bulat akan tujuan
yang lebih penting tentang seorang gadis yang membuatku nyaman berbincang dan
bertukar garis 10 detik. Ingatlah apa yang kau katakan waktu itu yang diri ini
lupa pada hari dan tanggal berapa yang jelas dirimu mengatakan bahwa kau akan
membantuku untuk tidak menengok ke belakang, aku ingat kau mengatakan hal
tersebut tepat pada pukul 9.55.
Jika dirimu
itu menganggap bahwa setiap perkataan ini adalah palsu maka silahkan kau hapus
histori dan laporkan tulisan-tulisan ini sebagai sampah yang tak berguna. Dalam
tulisan sebelumnya diri ini sudah menjelaskan apa yang ku harapkan tentang
tujuan diri ini melangkah dan terus menunggu hingga sekat itu tidak ada. Memang
sangat buruk niat yang terkahir yakni menunggu tidak adanya sekat, tapi itulah
yang kudambakan saat ini.
Kembali
pada persoalan bahwa diri ini sedikit kesal dan kecewa ketika kau kembali
mengingatkan hal-hal yang sudah hampir tak tercium sama sekali dan sudah lepas
dari pandangan, dirimu seakan mengacuhkan apa yang sudah ku jabarkan panjang
lebar lewat tulisan-tulisan yang memang tak terlalu penting untukmu, yang diri
ini sendiri tak tahu apa yang kau lakukan setelah meminta menulis sesuatu
tentang dirimu. Diri ini kecewa tentang perkataanmu yang mengingatkan
kebangsatan yang tak pantas kembali diperbincangkan. Kenapa diri ini bisa
kecewa dan kesal mendengar kau mengingatkan kembali? Sudah sangat jelas jawabannya
jika kau lebih teliti dengan orang dihadapanmu, kau adalah tujuan dari semua
yang kulakukan saat ini, maka untuk apa kau kembali memaksa untuk memunculkan
kebangsatan yang sudah lalu itu, karena sejatinya saat ini yang patut
diperbincangkan hanyalah aku, kau dan sekat yang menurut keegoisanku harus
hilang.
Barat
Jakarta, 28 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar