Rabu, 08 Februari 2017

PERSIS

PERSIS
Zae

Pagi itu aku bersiap dengan penuh semangat, aku coba bangkit dari tidurku dengan segera mungkin, ku raih handuk lusuhku yang tergantung di tembok dan bergegas menuju ruang kotak penuh air dan plesssss .... Ada orang!
"siapa di dalam?"
"Inahhh"
Ah sialan lu, suara adikkulah yang berada di dalam. Jarum jam terus berputar. Sepertinya akan sia-sia kalau aku menunggu depan ruangan itu. Ku raih ponselku yang mengingatkanku pada percakapan luar biasa tadi malam. Hmmm... Bicara soal percakapan dan malam, semalam itu aku baru bisa tertidur pukul 3 dini hari. Brengsek.. Kenapa mata ini bisa begitu kuat. Entahlah. Mungkin karena apa yang dibicarakan membuat semakin larut dalam heningnya malam dan hangatnya senyuman dari hasil reaksi kata-kata yang terucap. Dan lagi semalam itu mata dan pikiranku terasa lelah akibat kata-kata filsafat yang muluk-muluk dari Weber. Dan film Middle School menjadi pilihan. Itu film yang sangat bagus tapi entah mengapa pula baru kali ini aku tidak fokus pada film yang kutayangkan. Tak lain dan tak bukan ya karena notifikasi yang muncul di ponselku membuat daya tarik tersendiri yang akhirnya tombol pause dalam layar pun menjadi pilihan.

Bocah itu lama sekali berada di kamar mandi. Ku putuskan untuk meraih sarapan yang sudah tersedia lebih dulu. Dengan lahap ku habiskan. Ya berhubung semalam itu aku seperti kerja lembur. Lebih tepatnya jari tanganku yang tak kenal jam kerja. Suapan demi suapan berlalu hingga akhirnya manusia kecil yang selalu tidak pernah cantik itu membuka pintu kamar mandi. "Aah akhirnya, lama banget sih lu".. Tiba-tiba suara pintu kecil itu tertutup kembali. "Loh siapa ini di dalam"
"Bapak"
Aah sialan, keduluan lagi. Mengapa manusia di rumah ini tak mengerti kondisi orang-orang sepertiku. Kuraih ponselku lagi, dan kembali melakukan percakapan dengan penuh senyuman.

Urusan kamar mandi perlahan selesai. Aku bersiap, tapi serasa tak bisa lepas dari layar notifikasi itu. Aah terus saja kuladeni sampai akhirnya aku benar-benar melajukan si butut ke jalan raya yang kalian tau, itu adalah jalan raya terbesar dan terpanjang di Jakarta. Panas, ramai, pengap. Itulah yang terasa ketika si buntut melaju, tapi yang ada dalam bayanganku adalah wanita tanpa kulit ayam. Unik sekali.

Aah aku nampaknya sudah melenceng dari apa yang ingin kuceritakan. Persetan dengan kamar mandi, dengan ponsel dan juga dengan si butut. Kali ini yang terpenting adalah soal kulit ayam! Cukup lama ia datang, senyum tipis, pipi merona, jadi bumbu dalam dirinya.
Ah bangsat melenceng lagi!
Tak ada kejadian yang aneh, semua normal, yang aneh adalah "dia". Entahlah.
Sampai akhirnya ku meninggalkan sarang itu, ya mau tidak mau, masalah tugas dinas memang harus dilaksanakan, tanpa terkecuali, bahkan kalah berhalangan kau harus mengganti hari lain. Namanya juga dinas.

Sampailah pada tempat dinas yang perlahan semakin ku nikmati tempatnya karena semangat dan senyum yang luar biasa dari penghuninya. Ku terima suatu kabar yang sebenarnya biasa tapi setalah lama dirasa dan bergelayut dalam pikiran, hal tersebut menjadi sangat mengganggu, mungkin aku yang menempatkan diri terlalu dalam dan jauh dari pada seharusnya. Ia pergi bersamaan. Lantas apa yang harus dipikirkan toh bukankah itu lebih baik karena memang jadi tidak ada yang dikhawtirkan. Ya tapi sekali lagi mungkin diri ini yang terlalu jauh menempatkan diri. Sampai tak tahu bagaimana cara membedakan yang wajar dengan yang tidak. Aku mendapatkan kabar tersebut lantas aku mengingat kejadian sebelumnya dan ku ingat lagi perkataannya beberapa waktu soal ketidaktahuan dia terhadap kecemburuan. Inilah jawaban dari ketidaktahuannya itu. Aku membalas kabar itu dengan secukupnya bahkan tak seperti biasanya jika ia memperhatikan lebih detail apa yang kukatakan. Tapi nampaknya tidak terdeteksi apa-apa dari perkataanku. Pesan terputus selama 2 jam. Ya aku mencari-cari alasan untuk terputusnya itu. Lagi-lagi alasan dinaslah yang jadi penolong keberpura-puraan itu. Hahaha palsu.

Selesainya urusan dinas, ponsel kembali berbunyi, kabar kembali datang dan ini soal kebimbangannya, dan lagi ada satu hal yang membuat aku ini menganggap bahwa aku terlalu dalam dan jauh menempatkan diri. Ya silahkan semua itu bebas kau lakukan dengan apa dan siapa. Itu yang selayaknya terjadi sebenarnya. Hahaha bodoh!
Apa yang terasa kali ini mengingatkanku pada kejadian yang telah lama menghilang dari ingatanku. Mungkin sekitar 5 tahun yang lalu, ya 5 tahun yang lalu semasa SBY masih menjabat sebagai presiden RI. Hal ini kurasakan sama persis dengan waktu lalu. Dan apakah ini akibat rasa yang terlalu dalam dan terlalu jauh. Kalau memang iya, alangkah baiknya sebab 5 tahun yang lalu adalah rasa terdalam yang pernah ku alami sampai akhirnya terputus di depan pintu besi bercat hitam yang ditutup dengan pegangan halus dari tangan mulusnya. Aah laknat!!! Mengala jadi terlalu dalam mengingat, sudahlah! Yang jelas kejadian ini sama persis seperti waktu lalu.
5 tahun yang lalu...

Tapi jelas semua itu berbeda, dulu tetaplah menjadi dulu, dan yang sekarang akan menjadi masa depan kelak. Masa depan yang seperti apa? Itu tergantung bagaimana kita membawanya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terlalu khawatir malah akan menjauhkan semuanya. Bersikaplah seolah semua tidak pernah terjadi. Dengan begitu, kamu akan tetap bisa menikmati dan menjaga tulangmu.