Rabu, 01 Februari 2017

AIR LANGIT

Air yang gugur tak akan kuat menahan diri untuk jatuh ke permukaan
AIR LANGIT
Oleh ZAE

Aku bangun di pagi hari tepat pukul 7 lewat setengah. Cukup awal aku bangun kala itu, tak sadar tumpukan kertas yang sudah rapi menjadi buku itu berserakan berbeda dari asalnya. Di satu sudut ada beberapa tumpukan yang terlipat dan di sudut lainnya justru terbuka memancing untuk dijamah. Namun hati ini tak terpaut oleh tulisan-tulisan yang sedikit membosankan itu. Beberapa saat setelah ku normalkan penglihatanku dari kamar yang busuk ini, bunyi tanda pesan yang sangat khas terdengar seperti di film-film hollywood. Bergegas kucari dimana sumber suara itu. Aku mencari tanpa menggerakkan kepala seakan tanganku ini memiliki mata sehingga dapat mencari kemana pun sisi tempat tidur. Lama ku mencari dan ternyata bongkahan mesin kecil yang dirangkai apik itu ada tepat di kepalaku.

Kulihat nama seseorang di layar terluar, entah ada beberapa nama, namun yang menarik perhatianku adalah nama paling atas. Mungkin karena berada di paling atas sehingga aku lebih mudah untuk melihatnya.
Tampak pesan tersebut adalah lanjutan dari kisah sebelumnya. Cukup menarik! Ku singkirkan tumpukan buku, ku ambil posisi ternikmat untuk menggapai tombol di mesin kotak kecil ini. Sungguh berbeda! Tak lama nama lain pun ikut muncul, ada permainan pikiran dalam otakku entah apa yang harus kuperbuat. Aku tak melakukan hal lebih. Sampai ketika kudapatkan pesan lain dari sahabatku perihal kejadian penting. Permainan pikiran semakin bergejolak.
Kuputuskan untuk kutinggalkan serangkaian pesan yang berjejer, dan kembali kutatap tulisan dalam buku-buku yang menyebalkan itu. Perlahan hawa dingin berangsur menyusuri dinding kamarku dengan mesra, kutempelkan tubuhku semakin erat dengan bidang datarnya. Semakin dingin, dan langit pun meneteskan benihnya secara merdu. Aku kembali dibuatnya melihat kepada tulisan dalam buku.

"Alienasi!"

Itukah yang tergambar pada diri ini sekarang? Asing, jiwa ini asing. Bahkan lebih asing dari kaum buruh yang terjerat kapitalisme.

Tidak ada komentar: