Senin, 20 Februari 2017

AIR TAK AKAN RELA MEMBASAHI PIPI MERONA LAGI

Ini bukanlah tulisan pembelaan dari seorang yang sudah dianggap brengsek. Tapi ini perlu karena kesalahpahaman sudah terjadi di linimasa.

AIR TAK AKAN RELA MEMBASAHI PIPI MERONA LAGI

Hari ini awan selalu gelap, tempat tidurku adalah teman terbaikku saat ini. Dia adalah saksi semua ceritaku.

Ada hal yang membuatku lega ketika ku melihat lini masa. Bersyukurlah karena ia telah membenciku sekarang. Itulah yang ia mau ketika kita bicara di taman dengan hembusan angin yang menusuk ke tulang, yang ketika ia meminjam jaket dan mengembalikannya kembali. Terima kasih Tuhan, kau memberikanku cara untuk dia bisa lebih mudah melupakan hal apa pun tentang diriku. Aku sekarang lebih siap menerima kebencian dan cacian baik dari dirinya atau temannya. Perihal keras kepala, egoistis, aku sudah berulang kali mengecek percakapanku dengannya yang beberapa hari lalu bahkan beberapa bulan yang lalu, dan ku telaah kembali apa aku bisa dengan terus menerus dalam keadaan seperti itu, sampai akhirnya aku sampaikan keputusan itu di malam hari yang penuh hembusan angin. Hingga akhirnya sekarang bisa kuhapus semua riwayat itu.
Aku sadar dua insan yang satu sudah tak berpihak pada satu pegangan akan sulit jalan yang dilalui. Kau tak perlu memaksakan kehendak. Aku mencoba melepasmu dengan cara yang sangat halus, agar kau pikir kita dalam keadaan baik. Tapi ternyata tidak. Kau tak menginginkan itu. Aku pun tak bisa berlanjut pada pegangan yang sama seperti dulu. Hingga akhirnya aku pahami perkataanmu di taman waktu lalu, kau lebih baik ditinggalkan ketika orang yang kasihi itu berbuat hal yang bisa dikatakan brengsek. Aku putuskan itu. Aku pilih jalan itu. Karena aku tak ingin air mata terus berada dalam pipi meronamu.
Aku pilih kita pergi bersama dan mungkin untuk yang terakhir kali. Sampai akhirnya kau melihat keganjalan dari pesan yang masuk di handphoneku, aku sengaja tak ingin bercerita, karena aku tau dirimu seperti apa. Aku ingin perjalanan yang berkualitas.
Hari ini, aku melihat tulisanmu, Aku bersyukur, karena dari itu, kau telah membenciku lebih dalam, dan ku yakin air matamu tak akan rela turun lagi membasahi pipimu yang merona. Dan sekarang ku tau bahwa kau menyesal telah mengenal dan percaya padaku tapi sungguh dari hati yang terdalam diri ini tak pernah menyesal telah mengenalmu. Aku beruntung mengenalmu, aku belajar soal kehidupan lain yang belum pernah ku tahu, terlebih soal kesenian. Kau hebat punya potensi luar biasa, tapi sayang tingkat kepercayaan dirimulah yang menguburnya, semoga nanti tidak ada yang mengubur potensimu. Dan lagi perihal seseorang yang kau sebut orang ketiga itu sangatlah tidak benar, tidak kaitannya soal kita kemudian merembet kepadanya, jelas itu salah. Bukan maksudku membelanya tapi memang itu tidak benar, dia tidak tahu menahu apa pun soal kita. Jadi tak ada yang berhak menilai bahwa ini semua hancur karena dia sebagai insan yang ketiga. Sudah ku katakan dengan jelas secara langsung padamu soal apa yang terjadi pada diriku ini, jadi tak perlu berperasangka buruk terhadap orang lain. Jika pun aku terpaut olehnya, aku terpaut setelah semua urusan rasa ini sudah berakhir. Jadi hapuskanlah perasangka buruk tentang orang lain. Terlebih pada diri sendiri.
Selamat! Sekarang kau menerima apa yang kau inginkan!
Terima kasih atas semuanya, bingkaimu tak akan ku hapus hingga kau pun yang meminta.

See you!
- Zae

Tidak ada komentar: