TULANG DAN DAGING
Zae
Angin malam yang semakin hari semakin dingin membuatku enggan untuk beranjak dari kamar yang kalian sudah tau bahwa kamar yang ku singgahi adalah kamar busuk ini. Ditemani kipas yang bunyinya sudah tak merdu lagi dan hembusan anginnya pun sudah tak terasa seperi pendingin udara, yang bahkan tak dapat bergerak ke kanan dan kiri. Aku lebih memilih membuka lembaran demi lembaran kata-kata filsafat iseng dari seorang Sosiolog, seperti Max Weber, Parsons atau bahkan Derkheim. Satu buku dua buku hingga buku selanjutnya membuatku cepat muak dengan kata-kata yang meraka ungkapkan dengan berbelit-belit soal teori sosial dan lainnya, ya tapi aku sadar kalau aku ini butuh pendalaman soal teori mereka. Dasar munafik!
Tak lama ku putuskan untuk bertolah pada mesin pencarian yang menjadi andalan setiap umat manusia di era modernisasi abad 21 ini. Ada banyak bentuk penyederhanaan kata yang kudapat ketimbang harus membaca tumpukan halaman dalam buku sialan itu. Tapi mungkin isinya tidak dapat dikatakan sialan melainkan akulah pembaca sialan yang selalu kesal ketika harus membaca berkali-kali untuk memahami teori orang-orang terdahulu itu. Sekiranya 6 lembar halaman untuk bab 1 tugas akhirku yang belum disetujui ini masih terlalu singkat, namun lebih baik kusudahi saja dulu, toh banner pemberitahuan di ponsel ku ini jauh lebih menarik ketimbang bacaan filsafat itu haha.
Ah aku sampai lupa bahwa judul yang kutulis malam ini adalah soal kulit ayam, dasar filsafat gendeng, kerjaannya melupakan fokus kulit ayam saja.
Sore tadi sudah kuputuskan untuk benar-benar mengakhiri permainan kata-kata dari seseorang yang telah kukenal lama ya walau pun tidak terlalu mendalami bagaimana soal diri. Ah tapi lupakan, yang jelas semua sudah selesai. Perihal keputusan presiden waktu lalu dan tadi perihal stasiun, ku harap tak perlu disebutkan lagi dalam tulisan sekarang atau yang selanjutnya, tapi kalau pemirsa ingin mengetahuinya ya silahkan saja mengunjungi postingan sebelum ini, walaupun tulisannya sedikit ngasal.
Kemarin menjadi malam penuh teka-teki, sekaligus menjadi malam penuh ungkapan rahasia, atau bahkan penuh dengan tawa dan senyum kecil yang kudapat dari dekat, bahkan kalau kemarin ku sempat mengukur jarak antara tulang dan daging itu mungkin kurang dari 20cm. Sungguh beruntung. Jelas kukatakan ini beruntung, siapa sangka jarak sedekat itu ku bisa rasakan dengan hangat ketulusannya? Ya hanya tulang dan daginglah yang tau.
Malam itu ditemani semangkuk es cukup melegakan tenggorokan yang sudah lama tak terjamah oleh butiran es. Sangat nikmat, perbincangan halus terasa sangat indah. Kenapa halus? Ya jelas itu tempat umum dan kita duduk di sebelah orang yang tak kita kenal siapa dia. Wajarlah bicara seperti berbisik padahal itu tempat umum. Cukup menyulitkan kala itu. Gelagat demi gelagat kuperhatikan respon tiap respon ku cermati. Ada yang tidak nyaman sepertinya. Dan tentu ketidaknyamanan itu bukan karena tempat, malainkan dengan pembicaraan yang sebenarnya aku juga segan membicarakannya. Tapi aku tidak ingin katakan, takut ia malu. Kupercepat suapan bubur panas itu yang sampai sekarang membuat lidahku ini seperti terbakar. Mau bagaimana lagi, aku lebih baik cepat pindah dari warung sialan itu ketimbang harus mengeluarkan kata yang banyak tapi terdengar dengan jelas ocehanku oleh orang asing.
Ku putuskan untuk memilih layar putih yang lebar sebagai tujuan selanjutnya, ia setuju dan bahkan terlihat sangat tertarik. Tapi ketika sampai tak ku sangka dia tak tau apa yang akan kita lakukan. Dasar tulang. Ku lihat ada sedikit genangan di kelopak mata tatkala sebuah cerita telah diperdengarkannya mengenai kesedihan seorang isteri. Sungguh mengharukan mungkin untuknya. Aku pun terharu, tapi sepertinya haruku tercampur oleh kesanjungan diri yang mungkin sekarang sangatlah istimewa. Tapi dengan sangat malu ia tak ingin mengakui bahwa tak ada genangan air sedikit pun di kelopaknya. Ya biarkanlah itu jadi rahasianya.
Informasi demi informasi ku dapat sampai pada hal yang mengejutkan, mengejutkan dalam arti aku tak pernah mendengar ada hal seperti ini di dunia. Ya perihal makan memakan. Aku pribadi bahkan semua orang kebanyakan di dunia ini tentulah penggemar daging bahkan daging tikus pun diolah menjadi bakso, apa itu bukan kenikmatan artinya? tapi bukan daging manusia jelasnya. Unik, ini merupakan hal unik sebab orang itu justru lebih suka dengan tulang ketimbang daging. Bahkan ia pun rela mengantri tulang orang lain untuk dimakannya. Dasar udik. Eh tapi walaupun udik, tak masalah bagiku. Toh aku dapat mengambil sisi positifnya. Jadi ketika aku makan daging yang menempel di tulang. Aku akan menghabisi dagingnya secara lahap dan mengumpulkan tulang belulang, dan kemudian tulang belulang itu tak perlu dibuang begitu saja melainkan untuk dimakannya. Hahaha.
Lucu, semua yang dikatakannya itu lucu! Lebih lucu dari pada presiden kita ketika menendang bola saat pembukaan piala presiden kemarin. Hahaha.
Zae
Angin malam yang semakin hari semakin dingin membuatku enggan untuk beranjak dari kamar yang kalian sudah tau bahwa kamar yang ku singgahi adalah kamar busuk ini. Ditemani kipas yang bunyinya sudah tak merdu lagi dan hembusan anginnya pun sudah tak terasa seperi pendingin udara, yang bahkan tak dapat bergerak ke kanan dan kiri. Aku lebih memilih membuka lembaran demi lembaran kata-kata filsafat iseng dari seorang Sosiolog, seperti Max Weber, Parsons atau bahkan Derkheim. Satu buku dua buku hingga buku selanjutnya membuatku cepat muak dengan kata-kata yang meraka ungkapkan dengan berbelit-belit soal teori sosial dan lainnya, ya tapi aku sadar kalau aku ini butuh pendalaman soal teori mereka. Dasar munafik!
Tak lama ku putuskan untuk bertolah pada mesin pencarian yang menjadi andalan setiap umat manusia di era modernisasi abad 21 ini. Ada banyak bentuk penyederhanaan kata yang kudapat ketimbang harus membaca tumpukan halaman dalam buku sialan itu. Tapi mungkin isinya tidak dapat dikatakan sialan melainkan akulah pembaca sialan yang selalu kesal ketika harus membaca berkali-kali untuk memahami teori orang-orang terdahulu itu. Sekiranya 6 lembar halaman untuk bab 1 tugas akhirku yang belum disetujui ini masih terlalu singkat, namun lebih baik kusudahi saja dulu, toh banner pemberitahuan di ponsel ku ini jauh lebih menarik ketimbang bacaan filsafat itu haha.
Ah aku sampai lupa bahwa judul yang kutulis malam ini adalah soal kulit ayam, dasar filsafat gendeng, kerjaannya melupakan fokus kulit ayam saja.
Sore tadi sudah kuputuskan untuk benar-benar mengakhiri permainan kata-kata dari seseorang yang telah kukenal lama ya walau pun tidak terlalu mendalami bagaimana soal diri. Ah tapi lupakan, yang jelas semua sudah selesai. Perihal keputusan presiden waktu lalu dan tadi perihal stasiun, ku harap tak perlu disebutkan lagi dalam tulisan sekarang atau yang selanjutnya, tapi kalau pemirsa ingin mengetahuinya ya silahkan saja mengunjungi postingan sebelum ini, walaupun tulisannya sedikit ngasal.
Kemarin menjadi malam penuh teka-teki, sekaligus menjadi malam penuh ungkapan rahasia, atau bahkan penuh dengan tawa dan senyum kecil yang kudapat dari dekat, bahkan kalau kemarin ku sempat mengukur jarak antara tulang dan daging itu mungkin kurang dari 20cm. Sungguh beruntung. Jelas kukatakan ini beruntung, siapa sangka jarak sedekat itu ku bisa rasakan dengan hangat ketulusannya? Ya hanya tulang dan daginglah yang tau.
Malam itu ditemani semangkuk es cukup melegakan tenggorokan yang sudah lama tak terjamah oleh butiran es. Sangat nikmat, perbincangan halus terasa sangat indah. Kenapa halus? Ya jelas itu tempat umum dan kita duduk di sebelah orang yang tak kita kenal siapa dia. Wajarlah bicara seperti berbisik padahal itu tempat umum. Cukup menyulitkan kala itu. Gelagat demi gelagat kuperhatikan respon tiap respon ku cermati. Ada yang tidak nyaman sepertinya. Dan tentu ketidaknyamanan itu bukan karena tempat, malainkan dengan pembicaraan yang sebenarnya aku juga segan membicarakannya. Tapi aku tidak ingin katakan, takut ia malu. Kupercepat suapan bubur panas itu yang sampai sekarang membuat lidahku ini seperti terbakar. Mau bagaimana lagi, aku lebih baik cepat pindah dari warung sialan itu ketimbang harus mengeluarkan kata yang banyak tapi terdengar dengan jelas ocehanku oleh orang asing.
Ku putuskan untuk memilih layar putih yang lebar sebagai tujuan selanjutnya, ia setuju dan bahkan terlihat sangat tertarik. Tapi ketika sampai tak ku sangka dia tak tau apa yang akan kita lakukan. Dasar tulang. Ku lihat ada sedikit genangan di kelopak mata tatkala sebuah cerita telah diperdengarkannya mengenai kesedihan seorang isteri. Sungguh mengharukan mungkin untuknya. Aku pun terharu, tapi sepertinya haruku tercampur oleh kesanjungan diri yang mungkin sekarang sangatlah istimewa. Tapi dengan sangat malu ia tak ingin mengakui bahwa tak ada genangan air sedikit pun di kelopaknya. Ya biarkanlah itu jadi rahasianya.
Informasi demi informasi ku dapat sampai pada hal yang mengejutkan, mengejutkan dalam arti aku tak pernah mendengar ada hal seperti ini di dunia. Ya perihal makan memakan. Aku pribadi bahkan semua orang kebanyakan di dunia ini tentulah penggemar daging bahkan daging tikus pun diolah menjadi bakso, apa itu bukan kenikmatan artinya? tapi bukan daging manusia jelasnya. Unik, ini merupakan hal unik sebab orang itu justru lebih suka dengan tulang ketimbang daging. Bahkan ia pun rela mengantri tulang orang lain untuk dimakannya. Dasar udik. Eh tapi walaupun udik, tak masalah bagiku. Toh aku dapat mengambil sisi positifnya. Jadi ketika aku makan daging yang menempel di tulang. Aku akan menghabisi dagingnya secara lahap dan mengumpulkan tulang belulang, dan kemudian tulang belulang itu tak perlu dibuang begitu saja melainkan untuk dimakannya. Hahaha.
Lucu, semua yang dikatakannya itu lucu! Lebih lucu dari pada presiden kita ketika menendang bola saat pembukaan piala presiden kemarin. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar