PERIHAL KECEWA YANG DATANG TERLALU CEPAT
 |
Air itu pun akan menetes juga walau yang lain dalam tawa |
Beberapa hari yang lalu di malam yang penuh dengan gejolak batin dan pikiran mengawang, jalan penuh dengan pertanyaan apakah salah merasakan suatu hal yang mulai masuk ke tulang rusuk dengan begitu cepat, apakah salah mengenai respon perihal potret dan tawa dengan si bangsat? Hahahaa lupakanlah, memang diri ini yang terlalu memposisikan diri terlalu dalam. Besok-besok kalau memang tidak ingin berlanjut, berhentilah menatap bunga yang mulai merekah, dan palingkan wajahmu ke kotoran kucing yang asamnya meresap ke aliran darah.
Kita butuh istirahat malam itu. Tak enak rasanya dipaksakan melangkah lebih jauh untuk sekedar memanjakan perut. Ya memang kita butuh banyak berbincang soal apa pun itu, tapi terlihat matamu tak sanggup menatap cahaya jakarta rupanya. Mari kuantar kau keperistirahatan. Esok tiba aku terbangun dengan semangat yang membabi-buta, bukan karena aku ingin mendapat hadiah berlimpah, tapi sejujurnya hanya senyuman yang tak terkendali itulah yang membuat si asep terasa begitu muda tenaganya. Asep memang juara!
Mengapa asep yang juara? Kenapa bukan aku? Ya jelas kau bisa apa? Asep jelas punya tenaga sekian kilometer dibandingkan kau, jadi tak perlulah kau berbangga jika kau ini tepat waktu untuk menemuinya -__- tega kau sampai saat ini tidak membawanya ke salon untuk dirawat.
Ya dengan ini kunyatakan bahwa aseplah yang juara, dia memang hebat, bahkan saking hebatnya dia tak merengek menangis walau bajunya sudah kumal, walau aku jarang memandikannya seperti mereka yang lebih jantan dari asep.
Tapi memang hebat si asep, hari itu aku tepat menepikan si asep di depan peristirahatannya yang baru, dan mungkin akan menjadi tepian yang nyaman buat si asep untuk beberapa tahun ke depan, halah impian seorang babu mulai lagi rupanya.
Siang itu matahari rasanya sangat ingin dilihat, terasa sampai lapisan kulit terdalam kehangatannya, bahkan urat-uratku pun seperte tampak transparan tak tertutup kulit akibat pantulan cahaya yang mungkin akan semakin berlebihan aku menggambarkannya. Pertanyaan soal makanan! Iya itulah pertanyaan yang sangat sulit, bahkan sangat sulit dari ujian teori pembuatan SIM. Bahkan aku harus menghabiskan setengah jam berkeliling dulu baru bisa mendapatkan tempat yang tepat demi suapan bahagia itu. Dan si bakso yang malang itu sepertinya tidak mengizinkan kita untuk melahapnya, ya mungkin karena cuaca yang kurang mendukung.
Hari itu dia mengatakan bahwa ingin menonton sebuah film berlatar budapest, dalam hatiku, film macam apa itu? Mau tangis-tangisan barang kali di depan layar putih yang lebar itu? Ah sudahlah. Kita coba cari tahu siapa penggarap film itu, apakah membuatku tertarik? Duh nyatanya aku lupa mengecek film apa itu, tapi sudah kepalang tanggung dengan keputusan mau menonton ya akhirnya kunikmatilah itu semua. Tapi nyatanyabaru saja film itu berputar sekitar 5 menit, aku sangat menikmati. Halah dasar pecundang, nyatanya diriku suka juga dengan film yang seperti ini. Haha memang harus ku akui bahwa film dari novel sang sastrawan ini memang bagus, tak terkecuali film yang sebelumnya. Nice movie 😊. Dan dari film tersebut ada banyak hal yang kupelajari soal mencinta, yakni soal ikhlas. Kurasa diri ini masih belum ikhlas soal cinta. Selain itu permainan kata-kata yang indah pun membuat aku menjadi tertarik untuk sedikit demi sedikit memperlakukannya dengan kata yang syahdu, dan lagi ini perihal besar dan kecil, tak selamanya yang besar itu akan membuat kebahagiaan walaupun memang dengan hal besar kita bisa merasakan kepuasan. Tapi dari yang kecillah akan menjadikan sekuanya besar. Itulah yang kupelajari dari film tersebut. Cukup menarik. Terlebih melihatnya bersama seorang yang sangat lembut hatinya, ku perhatikan air tubuhnya menetes dan membasahi pipinya. Sungguh menawan.
Selesai mengenai hal indah yang ada di budapest, aku berinisiatif keluar dari tempat yang sebenarnya agak sedikit memuakkan, dengan jejeran toko yang selalu minta untuk dikunjungi. Duh sialan kebiasaan burukku kembali terulang, kunci si asep tidak ada di kantong atau pun di tas. Haduh.. Yaa walaupun aku yakin si asep tidak akan kemana-kemana dan tidak ada yang mau membawanya. Tapi aku pun tak akan rela jika ia menghilang, ya walaupun dia memang sedikit menyusahkan. Hujan turun!! Aduh kita terjebak! Apa yang kau mau sekarang? Ice Cream? Yaa dia ingin itu. Mari kita kembali ke dalam untuk menemukannya. Memang bukan rejeki rupanya. Tidak ada satu pun toko yang menjual ice cream yang ia mau.
Aku berinisiatif untuk menerobos hujan itu, dan ya ia mau ternyata, sebenarnya aku pun tak ingin menerobos. Tapi karena aku ingin cepat menuruti keinginannya aku pun ingin mencari tahu bagaimana karakter dia ketika hujan, sebab ini adalah hujan yang yang pertama kali membasahi kita berdua. Dan yaa aku menemukan karakternya saat itu. Agak sedikit jengkel, dengan kostum match nya yang terkena air tapi membuat dirinya semakin lucu. Malam itu berlangsung sangat panjang, sampai akhirnya ditutup dengan sepiring nasi yang ia tak sanggup menghabisinya. Malam yang dingin dengan sentuhan yang hangat.
Esok harinya aku menjalankan suatu hal yang menurutku sangat salah dan fatal, tapi mau bagaimana lagi, itu harus terus berjalan. Kota yang sangat panas harus ku kunjungi dengan hati yang terus penuh kebimbangan. Temanku berkata bahwa ini harus menjadi rahasia yang harus terus ditutup, aku menyetujuinya di awal. Sampai akhirnya kutahan dirinya yang kuyakin diselimuti banyak pertanyaan mengenai kemana si bangsat ini. Sepulangnya dari kota yang sangat panas itu, ku putuskan untuk membantah saran kawanku, maaf bung sepertinya akan jadi masalah besar jika diriku tak berterus terang soal ini.
Sesampainya di rumah ku putuskan untuk bertemu secepat mungkin dari jadwal yang sudah direncanakan, dan ya ia pun justru sangat antusias, tapi ku yakin keanrusiasannya pasti sangat berbeda dari pada yang lalu, sebab aku sudah membeberkan sedikit soal apa yang akan kubicarakan. Hari eseok pun menjadi jadwal yang sangat mendadak dalam pertemuan kita. Yaa kita menilai ini sangat mendesak aku pun tak ingin lama dan tak mau menyimpan setitik rahasia apapun padanya.
Esok hari di sebuah bangku bundar dengan di tengahnya terdapat pohon hias yang tak berbunga, yang dilindungi pohon rindang yang sesekali cahaya metahari mendesak masuk menjumpai kita berdua, kita duduk bersantai dengan di sampingnya ada bekas minuman seseorang yang lagi di hadapan kita terdapat seseorang yang tampak beristirahat dari pekerjaannya. Disinilah ku ungkapkan semuanya yang telah terjadi pada hari kemarin, yang terjadi akibat aku sedikit mendiam padanya. Yang sedikit membuat ia mencari-cari soal diriku.
Hal yang menggegerkan itu pun aku sampaikan dengan sangat berhati-hati. Dan plesssss udara menjadi sangat panas ketika ia menjawab pernyataan itu dengan sangat santai tapi sejujurnya aku sangat tahu bahwa dirinya tak dapat menutupi rasa kecewanya dari apa yang kulakukan. Aku merasa sangat bodoh. Tapi kujelaskan sejelas-jelasnya tapi kurasa rasa kecewa itu lebih sangat jelas di warna wajahnya.
Percakapan terdiam seketika. Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan ternyata ia menyerahkan Sekotak roti unyil! Whatttt!!! Dia ingat bahwa aku pernah bercerita soal roti unyil, dan tak disangka pula ia memilih srikaya sebagai rasa yang paling atas. Entah ini kebetulan atau apa yang jelas srikaya adalah kenikmatan yang sungguh menenangkan saat itu. Dan tak hanya itu, ia pun mengeluarkan sebotol air berwarna biru laut. Yapppp oceanaaaaaaa!! Kekecewaanku dengan apa yang aku lakukan semakin besar. Ia sangat memperhatikan hal kecil dariku namun yang kulakukan justru sebaliknya. Yaa penyesalan memang datang dari hasil keraguan yang begitu dalam.
Untuk sedikit menutupi rasa kekecewaannya, ku ajak dirinya melihat film, film apapun itu yang ada di jadwal. Tapi akhirnya kita memutuskan untuk melihat film dengan cover seorang pemuda yang beraama anjingnya. Kupilih film ini sebab tertulis jelas film ini adalah dari seorang penulis yang sama dari film yang sangat mengiris hati. Ini bukan sekedar soal anjing tapi ini soal manusia yang memegang prinsip kuat tentang kasih sayang terhadap suatu hal.
Kita harus menunggu selama satu jam rupanya, mungkin dengan duduk bersama kembali akan lebih terungkap soal rasa kecewanya itu, aku ingin mendengar lebih dalam semua yang dirasakan dirinya, aku ingin dirinya tak menyimpan rasa kesal dalam hati terhadap diriku, terus kupancing dan ya.. Aku terdiam lagi ketika ia mengungkapkannya tapi ku yakin itu belum semua. Sampai pada akhirnya kita duduk dalam ruang gelap, aku duduk sebelah kiri di samping seorang tua yang terus asyik mengunyah, sementara ia duduk di sebelah kanan di samping orang lalu lalang di tangga. Tontonan yang sangat menarik, tontonan yang haru dengan diselimuti banyak tawa. Tapi yang terlihat dari dirinya justru bukan haru karena tontonan. Ada dimana suatu scene sedang menceritakan tingkah pola anjing yang sangat menggemaskan dan lucu yang membuat diriku bahkan penonton yang lain pun tertawa, ia justru membasahi pipinya dengan air tubuhnya. Ada apa ini? Ini sangat aneh! Sesekali ku biarkan ia larut bersama air tubuhnya. Hingga akhirnya di scene selanjutnya air itu kembali membasahi pipinya, dan lagi bukan karena tontonan, aku yakin itu. Sebab tontonan saat itu sangatlah lucu. Menangis karena lucu? Itu tidak mungkin, aku tidak mempelajari hal itu dalam dirinya. Sampai akhirnya ia jatuh dalam pundak si kurus!!
Ujung cerita ini akan jadi pertanyaan besar akan sikapnya yang menangis dikala tontonan yang lucu.
Zae
11-15 Februari 2017