![]() |
Gelap tapi tak menyuruti keindahannya |
Pecinta Malam
Ahmad Zaelani
Angin malam adalah satu sentuhan yang amat terasa kala kuda besiku melaju dengan kecepatan yang tidak dapat bertambah melainkan menurun hingga mati.
Beratnya kelopak mata seakan lebih berat dari kontener yang tiap hari lalu lalang di jalan raya cakung.
Lampu gedung gedung mewah terlihat tak kuat lagi manampakkan dirinya, entah karena ingin berhemat atau memang malam haruslah gelap.
Lampu merah yang bahkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dia merah tapi kosong, dia hijau juga kosong, hingga ia memutuskan untuk berkedip pada lampu kuning.
Dan hingga yang tersisah adalah mereka dengan celana sampai pangkal paha, baju yang tak dapat menutup pusar serta dada yang semakin ditonjolkan hingga tampak jalan lurus menuju "surga". Sesekali mereka melampar senyum bagi siapa saja yang melintas dengan kecepatan rendah, termasuk padaku yang memang tidak bisa menambah kecepatan. Senyumannya tak dapat dihindar, aku menolak untuk menoleh namun apa daya jalan lurus menuju "surga" itu sangat sayang untuk dilewatkan.
Itulah malam yang hampir 4 tahun ini dan bahkan akhir-akhir ini semakin akrab dengan tubuhku. Ringkihnya tubuh ini seolah menjadi tempat hembusan paling nikmat oleh sang malam karena bisa menusuk hingga tulang terdalam.
Aku, aku ingin berhenti. Dan memutuskan untuk tidak bersahabat dengan malam lagi. Tapi sayang, itu hanya angan. Karena selain malam lebih indah, siang tak dapat memberikan hal yang melekat ke dalam tubuh ringkihku.
Ada kiranya orang yang membantu bahkan mencoba memaksaku untuk tidak bersahabat dengan malam? Tapi ku kira itu sia-sia karena Ia sang pencipta pun tak dapat menghilangkan malam dan mengubah semua menjadi siang.
Bicara soal malam, aku teringat bahwa malam adalah biang keladi dari masalahku dulu. Dia yang membuatku terlena akan orang yang sebenarnya penting bagiku. Saat itu kekuatan malam tidak terlalu hebat, bahkan aku tak terlalu merasakan tusukan angin sampai ke tulangku. Dan saat ini sepertinya akan terulang, aku memang bersahabat dengan malam, aku tidak bisa melepaskan malam untuk siapa pun, bukan terkait siapa yang lebih penting dan siapa yang lebih prioritas. Tapi ini menyoal jiwa manusia dengan jiwa alam dan seni yang sudah larut salam darah kentalku.
Jakarta Barat, 28 Desember 2016
4 komentar:
Malam yang malang. Kasihan!
Kau tahu apa perihal malam? Hah
Perihal sekumpulan manusia bodoh
Jika cinta malam, jangan membenci siang.
Posting Komentar