DERING TELPON
Zae
Hembusan kipas yang begitu kencang membuatku terlelap namun sedikit mengundang kegelisahan tidurku di tengah malam. Sekiranya pukul 3 lewat 41, aku merasakan sesuatu hal yang menggelayut dalam mimpiku. Tak jelas siapa dan apa yang mengganggu tidur nyenyakku itu. Semakin dingin tubuh ini terhembus oleh putaran kipas, serasa ada yang ingin keluar dari saluran yang tak bisa kusebutkan namanya disini. Yahh aku bergegas ke sumur dan legalah semuanya.
Tak penting memang membaca pembukaan ceritaku ini. Aku kembali terlelap namun dengan kecepatan kipas angin nomor dua sehingga aku tak merasa tidur di teras rumah. Semakin terlelap diriku dalam balutan mimpi yg jelas aku tidak mengingatnya sekarang.
Alarmku berbunyi sangat pelan (mungkin karena aku yang medengarnya), berkali-kali ia berbunyi dan membangunkanku. Yaa aku bangun, aku bangun untuk mematikan alarmku dan kembali tertidur. Kulanjutkan mimpiku yang hingga saat ini masih belum bisa ku ingat.
Pukul 7.01 aku terbangun oleh suara dering telpon genggamku, tak bernama dan tak ku kenal siapa. Masih dalam kondisi mata yang terkantuk, ku tak sanggup melawan rasaku untuk tetap berbaring. Dering telpon berhenti, kulihat history miss call, dan ternyata sudah 7 kali nomor tersebut menelponku.
Siapa dia? Untuk apa menelponku sepagi ini? Tak lama dan belum sempatku mengirimkan pesan kepada nomor ini, telpon genggamku kembali berdering. Masih dengan kondisi terbaring, ku angkat telponnya.
Yap!! Dialah dosen pembimbingku!
Dalam pikiranku bertanya sangat keras untuk apa sepagi ini?
Aku sangat menyadari bahwa diri ini sedang dalam masalah yang rumit rupanya.
Beliau menanyakan penjelasanku terhadap satu mata kuliah yang sangat penting bagi seorang mahasiswa kependidikan.
Oh iya bu..... ... .......... ........
Penjelasan dariku pun selesai dan sekarang giliran beliau yang berbicara panjang lebar. Dengan suara yang sangat keibuan, aku sangat menikmati pembicaraan ini, aku bahkan merasa sosok ibu kandunglah yang sedang berbicara padaku.
Ia marah, bahkan sangat marah. Ku sadari ini dari bagaimana ia berbicara padaku, aku tak bisa melawan, diri ini mengakui bahwa kesalahan terjadi karenaku. Penjelasan demi penjelasan kujabarkan namu beliau merasa tersakiti hatinya dan menganggap diriku telah berbuat kesalahan yang besar. Aku sangat menyesal dengan perbuatan ini, namun sebagai mahasiswa yang dididik untuk menjadi kritis, aku merasa perlu mengetahui hal-hal yang sebenarnya tidak beres dalam penerapan mata kuliah ini.
Awalnya aku beserta rekanku dalam kelompok menyakan perihal peraturan yang tertera dalam satu mata kuliah kepada salah seorang temen sekelas yang mengurusi matakuliah ini. Kami menanyakan surat aturan tertulis mengenai penerapan di lapangan. Dan bagaimana jika kami terancam dibubarkan dari lapangan.
(FYI: Mata kuliah ini 2sks dan sudah berganti nama). Mengapa kami menanyakan adanya aturan tertulis? Karena kami sebagai mahasiswa butuh yang namanya payung agar tidak diberikan tindakan yang semena-mena di lapangan, kami rasa hal ini butuh untuk kami ketahui agar kami dapat melaksanakan tugas dengan maksimal. Kami hanya ingin tahu lebih jelas mengapa kami harus melaksanakan tugas lapangan setiap hari dari pukul 6 hingga pukul 14. Bukankah dalam peraturan hanya sebanyak 3 hari bukan setiap hari? Inilah yang ingin kami tahu lebih dalam dan lebih jelas.
Memang dalam prosedurnya ketika kita mendapat masalah kita haru menghubungi dosen terlebih dahulu bukan kepada koordinator. Tapi yang terjadi saat ini adalah kesalahpahaman, kami hanya berniat bertanya kepada teman, namun ternyata teman itu bercertita kepada koordinator, dan koordinator meminta untuk diceritakan lebih jelas oleh kami, dan akhirnya kami dianggap melangkahi dosen.
Kami mengerti bahwa ini terjadi akibat kekritisan kami, tapi coba dilihat permasalahannya bukan tindakan prosedural yang kami lakukan.
Namun ternyata kesalahpahaman yang begitu besar terjadi, seorang ibu yang menelponku ini merasa sakit hati karena tidak dianggap sebagai pembimbing. Apakah tindakan menyalahi aturan prosedural sangat fatal akibatnya ketimbang permasalahan yang kami hadapi di lapangan? Kami mengakui bahwa tindakan kami salah.
Tapi dengan sejujurnya kami butuh penjelasan mengenai aturan tertulis, kami butuh pelaksanaan mata kuliah yang nyaman.
Jika kami dianggap menyalahi aturan dan bertindak tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bukankah pihak lapangan (sekolah) juga menyalahi aturan dan bertindak tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan memaksa kami untuk hadir setiap hari?
Jangan memaksa kami melakukan hal yang salah wahai bapak dan ibu!
Justru kamilah yang bertindak sesuai dengan prosedur yang berlaku! Kami dijadwalkan untuk melakukan tugas mulai tanggal 1, dengan ketentuan beberapa hari sebelumnya harus diantar. Yang terjadi apa? Kami menghubungin dan meminta beliau untuk mengantar kami namun tak ada jawaban. Barulah tanggal 1 pukul 14.15 kami diantar oleh beliau. Yang seharusnya kami sudah melaksanakan tugas. Tanggal 2 kami baru bisa menentukan jadwal, dan apa yang terjadi? Kami justru langsung diminta melaksanakan tugas dihari itu juga dengan jadwal yang tidak semestinya, kami diminta untuk bertugas setiap hari full selama 1 semester. Padahal prosedur yang benar adalah kami harus malaksanakan tugas sebanyak 3 hari selama 4 bulan, dan sebelum kami bertugas kami harus melakukan observasi lapangan setidaknya satu minggu.
Sekarang bisa dilihat siapa yang melakukan tindakan melanggar prosedur? Apakah tindakan pelanggaran prosedur kami sangat salah sehingga menutupi kesalahan prosedur yang dilakukan pihak lapangan?
Mungkin memang, kritis itu membawa masalah!
Zae
Hembusan kipas yang begitu kencang membuatku terlelap namun sedikit mengundang kegelisahan tidurku di tengah malam. Sekiranya pukul 3 lewat 41, aku merasakan sesuatu hal yang menggelayut dalam mimpiku. Tak jelas siapa dan apa yang mengganggu tidur nyenyakku itu. Semakin dingin tubuh ini terhembus oleh putaran kipas, serasa ada yang ingin keluar dari saluran yang tak bisa kusebutkan namanya disini. Yahh aku bergegas ke sumur dan legalah semuanya.
Tak penting memang membaca pembukaan ceritaku ini. Aku kembali terlelap namun dengan kecepatan kipas angin nomor dua sehingga aku tak merasa tidur di teras rumah. Semakin terlelap diriku dalam balutan mimpi yg jelas aku tidak mengingatnya sekarang.
Alarmku berbunyi sangat pelan (mungkin karena aku yang medengarnya), berkali-kali ia berbunyi dan membangunkanku. Yaa aku bangun, aku bangun untuk mematikan alarmku dan kembali tertidur. Kulanjutkan mimpiku yang hingga saat ini masih belum bisa ku ingat.
Pukul 7.01 aku terbangun oleh suara dering telpon genggamku, tak bernama dan tak ku kenal siapa. Masih dalam kondisi mata yang terkantuk, ku tak sanggup melawan rasaku untuk tetap berbaring. Dering telpon berhenti, kulihat history miss call, dan ternyata sudah 7 kali nomor tersebut menelponku.
Siapa dia? Untuk apa menelponku sepagi ini? Tak lama dan belum sempatku mengirimkan pesan kepada nomor ini, telpon genggamku kembali berdering. Masih dengan kondisi terbaring, ku angkat telponnya.
Yap!! Dialah dosen pembimbingku!
Dalam pikiranku bertanya sangat keras untuk apa sepagi ini?
Aku sangat menyadari bahwa diri ini sedang dalam masalah yang rumit rupanya.
Beliau menanyakan penjelasanku terhadap satu mata kuliah yang sangat penting bagi seorang mahasiswa kependidikan.
Oh iya bu..... ... .......... ........
Penjelasan dariku pun selesai dan sekarang giliran beliau yang berbicara panjang lebar. Dengan suara yang sangat keibuan, aku sangat menikmati pembicaraan ini, aku bahkan merasa sosok ibu kandunglah yang sedang berbicara padaku.
Ia marah, bahkan sangat marah. Ku sadari ini dari bagaimana ia berbicara padaku, aku tak bisa melawan, diri ini mengakui bahwa kesalahan terjadi karenaku. Penjelasan demi penjelasan kujabarkan namu beliau merasa tersakiti hatinya dan menganggap diriku telah berbuat kesalahan yang besar. Aku sangat menyesal dengan perbuatan ini, namun sebagai mahasiswa yang dididik untuk menjadi kritis, aku merasa perlu mengetahui hal-hal yang sebenarnya tidak beres dalam penerapan mata kuliah ini.
Awalnya aku beserta rekanku dalam kelompok menyakan perihal peraturan yang tertera dalam satu mata kuliah kepada salah seorang temen sekelas yang mengurusi matakuliah ini. Kami menanyakan surat aturan tertulis mengenai penerapan di lapangan. Dan bagaimana jika kami terancam dibubarkan dari lapangan.
(FYI: Mata kuliah ini 2sks dan sudah berganti nama). Mengapa kami menanyakan adanya aturan tertulis? Karena kami sebagai mahasiswa butuh yang namanya payung agar tidak diberikan tindakan yang semena-mena di lapangan, kami rasa hal ini butuh untuk kami ketahui agar kami dapat melaksanakan tugas dengan maksimal. Kami hanya ingin tahu lebih jelas mengapa kami harus melaksanakan tugas lapangan setiap hari dari pukul 6 hingga pukul 14. Bukankah dalam peraturan hanya sebanyak 3 hari bukan setiap hari? Inilah yang ingin kami tahu lebih dalam dan lebih jelas.
Memang dalam prosedurnya ketika kita mendapat masalah kita haru menghubungi dosen terlebih dahulu bukan kepada koordinator. Tapi yang terjadi saat ini adalah kesalahpahaman, kami hanya berniat bertanya kepada teman, namun ternyata teman itu bercertita kepada koordinator, dan koordinator meminta untuk diceritakan lebih jelas oleh kami, dan akhirnya kami dianggap melangkahi dosen.
Kami mengerti bahwa ini terjadi akibat kekritisan kami, tapi coba dilihat permasalahannya bukan tindakan prosedural yang kami lakukan.
Namun ternyata kesalahpahaman yang begitu besar terjadi, seorang ibu yang menelponku ini merasa sakit hati karena tidak dianggap sebagai pembimbing. Apakah tindakan menyalahi aturan prosedural sangat fatal akibatnya ketimbang permasalahan yang kami hadapi di lapangan? Kami mengakui bahwa tindakan kami salah.
Tapi dengan sejujurnya kami butuh penjelasan mengenai aturan tertulis, kami butuh pelaksanaan mata kuliah yang nyaman.
Jika kami dianggap menyalahi aturan dan bertindak tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bukankah pihak lapangan (sekolah) juga menyalahi aturan dan bertindak tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan memaksa kami untuk hadir setiap hari?
Jangan memaksa kami melakukan hal yang salah wahai bapak dan ibu!
Justru kamilah yang bertindak sesuai dengan prosedur yang berlaku! Kami dijadwalkan untuk melakukan tugas mulai tanggal 1, dengan ketentuan beberapa hari sebelumnya harus diantar. Yang terjadi apa? Kami menghubungin dan meminta beliau untuk mengantar kami namun tak ada jawaban. Barulah tanggal 1 pukul 14.15 kami diantar oleh beliau. Yang seharusnya kami sudah melaksanakan tugas. Tanggal 2 kami baru bisa menentukan jadwal, dan apa yang terjadi? Kami justru langsung diminta melaksanakan tugas dihari itu juga dengan jadwal yang tidak semestinya, kami diminta untuk bertugas setiap hari full selama 1 semester. Padahal prosedur yang benar adalah kami harus malaksanakan tugas sebanyak 3 hari selama 4 bulan, dan sebelum kami bertugas kami harus melakukan observasi lapangan setidaknya satu minggu.
Sekarang bisa dilihat siapa yang melakukan tindakan melanggar prosedur? Apakah tindakan pelanggaran prosedur kami sangat salah sehingga menutupi kesalahan prosedur yang dilakukan pihak lapangan?
Mungkin memang, kritis itu membawa masalah!
1 komentar:
Tul ��
Posting Komentar