Rabu, 12 November 2014

Coretan Tengah Malam - Anak Awan yang Tenggelam

Anak Awan yang Tenggelam
Oleh Ahmad Zaelani


Malam kembali hadir bersama orang-orang yang terus bahagia akan datangnya gemerlap cahaya lampu yang menyinari sudut-sudut ruang. suara angin yang menampar daun ikut menemani malam yang seiring berjalannya waktu kian berubah menjadi dingin yang dapat menusuk tulang rusuk. Atau bahkan malam akan berubah menjadi beku, termasuk orang-orang disekitarnya ikut meramaikan malam.

Lihatlah, sekelompok orang datang dengan raut wajah yang berbeda-beda, ada yang senyum ceria yang menggambarkan kenyamanan dimana ia berada. Tapi ada salah satu orang yang entah mengapa raut wajahnya berbeda, tidak ceria, tidak tertawa bersama yang lain, seolah ingin memisahkan diri dari tempat ia berada. Ia berjalan pelan, dengan kepala dan pandangan tertunduk, kepalanya seakan sadang menahan benda berat diatas kepalanya.

Tunggu dulu...


Mengapa ia seperti itu? Bukankah ia adalah orang yang paling bersemangat di tiap harinya?

Dirinya seolah mengikuti suasana awan yang gelap namun enggan meneteskan tetesan-tetesan kerinduan. Pandangannya seperti kosong, tapi dari raut wajahnya terlihat ada sesuatu yang sedang ia pikirkan begitu dalam.

Baiklah tuan, mari kita amati orang yang sedang mengikuti kondisi awan.
Sampailah mereka di tempat yang berbeda dari biasanya. Tempat yang tidak seharusnya sekelompok orang ini berada.

Memang kali ini tempatnya bagus, terang, dan bersih, serta ada dinding kaca yang memantulkan apa yang kita lakukan.

Seorang bertubuh besar kemudian menghampirinya, ya dia adalah tetua di kelompok itu. Tampak si tetua cukup panik dengan keadaan yang ada dan mencoba menjelaskannya pada si orang itu. Tak lain dan tak bukan, si tetua ternyata memberikan amanah pada anak awan ini (Red: orang yang menundukan kepala mengikuti kondisi awan).
Sang anak awan segera melaksanakan apa yang diinginkan si tetua. Dengan awak yang tak begitu besar seperti tetua, ia berusaha menjalankan amanah yang diberikan dengan keyakinan dan harapan yang besar. Tepukan tangan sekali dua kali hingga tiga kali dibunyikan olehnya untuk mengkondisikan segala sesuatunya.


TAK ADA RESPON . . .
Tak ada jawaban 'iya',
Tak ada jawaban 'oke',
Tak ada jawaban 'siap',
Yang ada hanyalah keacuhan dari mereka kepada si anak awan.
Sekali dua kali hingga tiga kali ia lakukan seperti itu,

Tapi . . .
Jawabannya sama!


Baiklah mungkin ini memang yang pantas didapatkan oleh si anak awan karena tak memiliki sesuatu hal yag spesial, dan memang tak ada yang dapat dibanggakan dari dirinya, ia adalah orang yang tiap hari mengikuti kondisi alam dan menikmati apa yang sedang terjadi tanpa memprotes ketidaknyamanan yang dialami.

Suaranya kian mengecil, redup bahkan tenggelam oleh ocehan orang-orang busuk yang tak mendengar tepukan dan teriakan halusnya. Ia berusaha lagi dan lagi, namun ...
Hatinya merasa lelah dengan kondisi seperti ini, hingga ada satu pionir yang bersuara kemudian barulah mereka mendengarkan dan mengikuti ocehan orang itu, bukan si anak awan.

Baiklah tuan dan puan sekalian, sudah bisa kita terka mengapa si anak awan ini terus menundukkan kepalanya sepanjang perjalanan menuju tempat berdinding kaca yang berpantul. Hatinya tak sanggup akan kondisi ini, suaranya kian tenggelam tanpa ada sambutan hangat dari orang-orang busuk di dalamnya. Ia merasa tak ada arti sedikitpun kata-kata yang ia keluarkan. Perkataannya tenggelam atau bahkan sengaja ditenggelamkan oleh orang-orang di sekitarnya.

Dan ya satu lagi, satu hal mengapa ia terus menundukkan kepalanya mengikuti kondisi alam, memang benar ia menundukkan kepalanya karena suara kecilnya kian tenggelam, tapi coba lihat, ada yang janggal dari kelompok ini.

Lihatlah ini tak lengkap, ada yang kosong, tak ada garis senyum semangat disini.
Ah sudahlah tuan, sudah kiranya terjawab mengapa si anak awan mengikuti awan gelap dan angin dingin di malam yang gemerlap. Dua hal, ya dua hal yang menenggelamkan ia di dasar kebusukan.


Jakarta, 12 Novemer 2014
@ajhezae

Selasa, 11 November 2014

Coretan Tengah Malam - Pesan yang Membingungkan

Pesan yang Membingungkan
Oleh Ahmad Zaelani



Malam ini, setelah diriku sampai di rumah dengan tubuh yang letih, aku coba kuatkan diri dan mataku untuk mengambil sebuah buku tugas yang masih menumpuk diatas meja.

Dengan tubuh yang masih diaelimuti angin malam yang dingin, ku kuatkan tekad untuk mencoba memulai menulis apa yang harus ku tulis dalam buku tugas. Tapi tak berselang lama, mata ini serasa akan menutup gerbang keindahan dunia secara perlahan.

Apa yang terjadi???

Maaf tuan, diriku benar-benar terlelap sejenak, tapi ada satu pertanyaan penting, mengapa aku bisa terbangun padahal aku terlelap begitu saja sebelumnya.

Perlahan ku sadarkan diri dan ku sandarkan diriku di tembok ruangan yang lusuh ini. Aku penasaran mengapa diriku tertidur kemudian terjaga secara mengejutkan.
Ku coba mengecek ponsel ku, dan .....

Ooh tuhan, ada bgtu banyak pesan dan jutaan pertanyaan yang dikirimkan oleh seorang gadis.
Ya gadis yang mungkin datang ke tempat ini untuk memvaca tulisan ini, entah mengapa ia terus membaca tulisan ini dan bahkan sampai selesai.

Aneh...


Tapi, mengapa ia mengirimkan pesan dengan pertanyaan yang begitu banyak kepadaku? Apakah itu penting?

Ku baca pesan demi pesan, pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan dari gadis itu, ku baca perlahan dan terus ku pahami apa maksud dari gadi itu, pertanyaan yang membingungkan menurutku.

Ku balas dengan sigap, karena aku pun buh kejelasan tentang hal itu semua.
Dan ternyata, hahahahahahahahahahahhh
Gadis yang lucu, ia menganggap bahwa apa yang kubicarakan disini adalah sebuah..........

Sudahlah.
Mari kita akhiri saja malam ini dengan kesalahpahaman dan ketidaktahuan akan cerita.


Jakarta, 11 November 2014

Minggu, 09 November 2014

Coretan Pagi di Rawamangun

Sini Pindah ke Sampingku
Oleh Ahmad Zaelani


Pagi itu di akhir pekan ketika orang lain sudah bersantai di rumah berkumpul dengan keluarganya, aku harus sudah terjaga di pagi hari.

Hei bodoh untuk apa kau bersiap diri di akhir pekan?

Bisikan itu kerap kali berkeliaran dipikiranku ketika aku harus datang ke sebuah acara di akhir pekan yang sejatinya digunakan untuk bersantai.

Dengan penuh keyakinan aku terua bersiap dengan memilih pakaian yang cocok untuk dikenakan. Pilihankan jatuh pada kemeja batik lengan pendek, yang sepertinya memang sangat pas dikenakan.

Dalam perjalanan pikiranku hanya pada acara yang akdan ku hadiri ini, mengingat ini adalah acara temanku sendiri. Tak ada salahnya jika ku merajinkan diriku untuk bergegas keluar ke sebuah acara di akhir pekan, toh acaranya juga bermanfaat.

Sampai di lokasi...

Sepi, parkiran yang biasanya dipenuhi kuda besi pun terlihat longgar, tak sepadat hari biasanya. Andai setiap hari bisa seperti ini...

Ahh mustahil, sudahlah. Sudah telat ayo bergegas nak ....

Nampaknya pikiran malaikat terus menyemangati batin ini.

Saat ku berjalan, ku lihat seorang gadis yang tak asing bagiku. Dia adalah ....
Yaa dia adalah sahabat gadis yang pernah membaca di tempat ini (RED: Coretan Pikiran). Tapi mengapa dia ada disini? Dan mengapa sendiri??

Aah sudahlah mengapa harus dipersoalkan.

Aku duduk bersebelahan di acara yang sama dengannya, tak ada yang istimewa dari kami. Ku ikuti rangkaian demi rangkaian acara yang ada, hingga di tengah-tengah acara...

"Ehhh..."

Ada tepukan mendarat di pundakku dari belakang. dan ternyata itu dia, ya dia, iyaa kamu. Kamu yang mungkin nanti baca ini.

Dia masih duduk di belakangku hingga waktu yang cukup lama, aku pun berpikir bagaimana caranya agar dia bisa duduk di sebelahku.

Hmmmm ...


Aku masih mencari-cari cara...


Terus seperti itu hingga akhirnya, ia berkata..

"Awas dong ga keliatan!"

Huppp!!

Tuhan memang selalu memberi jalan bagi orang yang berusaha rupanya, termasuk aku yang sedari tadi berusaha memikirkan bagaimana cara agar dia bisa di sampingku.
Aku pun membalas perkataannya...

"Makanya disini (menunjuk bangku kosong di sebelah kiriku) biar bisa terlihat jelas"
Aku berharap ada keajaiban dari perkataanku tadi, dan ternyata ....
Ia benar-benar pindah tempat duduk jadi tepat di sebalah kiriku. Melihat garis senyumnya membuat acara yang kuhadiri semakin luar biasa.


Rawamangun, 8 November 2014

Coretan Malam - Pesan Yang Bergantung

Pesan yang Bergantung
Oleh Ahmad Zaelani


Suatu malam ketika ku sampai di dalam ruanganku yang tak terurus, ponselku berdering, bukan karena ada yang menelpon, tp suara pesan masuk tiba-tiba mengejutkanku.
Aku sedang lelah saat itu, dan diriku berpikir bahwa pesan itu mungkin dari orang yang biasa berbalas pesan denganku, maka dari itu sejenak aku letakkan ponsel di atas meja tanpa peduli siapa yang mengirim dan apa isi pesannya.

Air dalam kamar mandi begitu menyejukan, bagai air terjun yang jatuh dari ketinggian yang begitu menjulang. Tubuh ini serasa habis berjalan di padang pasir yang tak bertemu sejuknya air sedikitpun.

Rasa lelah sedikit berkurang setalah ku guyur tubuhku ...
Seketika ku duduk di kursi kerjaku sambil mengusap rambut dengan handuk, tiba-tiba aku teringat ponselku yang berdering tadi. Ku tengoklah secara perlahan dan ...


Mengapa???
Ya mengapa???
Ada apaa???

Itu adalah pertanyaan yang muncul ketika ku baca sebuah pesan singkat yang ternyata itu adalah dari...

Ah sudahlah, mungkin ini hanya pesan biasa yang sewajarnya ditanyakan kepadaku.

Tapii...

Mengapa nurani ini berkata beda?
Seperti ada tujuan lain dibalik pesan yang disampaikan itu.

Ya sudah, ku balas saja apa adanya pesan dari orang yang mungkin membaca tulisan ini ...
Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam lewat, tanda hari sudah berganti. Dan pesanku ini bergantung ditengah-tengah obrolan manis tentang dirinya.

*pesan masih dalam keadaan 'D' dalam layar ponsel hingga pagi hari*
Huhhh ...

Pesanku tak terbalas nampaknya.


Cengkareng, 6 November 2014

Coretan Sore Hari di Rawamangun

Jangan Dibaca, Karena Ini Tentang Dirimu !

Sore itu tak tampak sinar matahari yang ingin terbenam seperti biasanya. Tak seperti biasanya angin pun ikut tak kunjung menghembuskan dedaunan di sekitar kampus.
Baiklah mungkin itu adalah tanda bahwa mereka sedang tidak bersemangat menyambut datangnya malam.

Ku langkahkan kaki melewati dedaunan kering yang jatuh di tanah bukan karena hembusan angin kencang tapi karena daun-daun itu tak lagi kuat bergelantung di dahannya.

Di sudut bangunan, tepat di samping trotoar tempat kami berkumpul, masih sepi dan tak ada keributan dan celotehan seperti biasanya. Mungkin ini karena aku datang terlalu cepat ke tempat itu sehingga tak ada keramaian, tapi ternyata tidak! Ketika ku lihat ponselku jam menunjukkan waktu yang sudah lewat dari semestinya.

Baiklah, ku teruskan melangkah dan berharap ada seseorang disana.

Oh tuhan harapanku kau kabulkan dengan begitu cepat, ada seseorang sedang memainkan seikat tali di dekat trotoar itu rupanya. Memang terlihat sunyi tak seperti biasanya, tapi ku rasa ini adalah semangat yang tak mungkin orang lain miliki dari gadis itu. Tapi tunggu,, mengapa diriku menjadi kagum akan dirinya? Ada apa ini?

Sudahlah, tak perlu dipermasalahkan soal kekaguman, selayaknya memang dirinya sudah pantas untuk dikagumi.
Dirinya memang membawa aura tersendiri terutama soal semangat, tapi siapakah dia?
Jawabannya adalah orang yang mungkin membaca tulisan ini.

Jakarta, 7 November 2014