TUAN DAN NYONYA
Hari ini 11 Desember 2014, nampaknya terlihat jelas bahwa perubahan dari Tuan dan Nyonya sudah sangat riskan untuk mengalami perpecahan yang cukup serius. Tiga tahun yang lalu, semua tak seperti hari ini, keduanya tak pernah mengeluarkan emosi secara bersamaan, berbeda dengan hari ini ketika si Tuan mengungkapkan rasa kecewanya dengan emosi yang hampir saja meladak namun masih terkontrol, ternyata dibalas pula oleh si Nyonya dengan emosi yang lebih besar.
Siang ini nampak sangat terik, namun tak bisa dipungkiri bahwa semangat si Tuan ini tak ada yang bisa membendungnya, semangat untuk bertemu dengan Nyonya yang memiliki mahkota indah di kepalanya, semangat yang ia rasakan sejak dulu atas kerinduannya terhadap si Nyonya. Tepat pukul 12 siang, si Tuan keluar dari ruangan, namun ia ingat sesuatu sebelum ia meluncur dengan kuda besinya menemui si Nyonya. Si Tuan ingat bahwa hari ini ia harus mengurus berkas untuk mendapatkan tanda tangan dari orang-orang penting untuk keperluannya di masa depan mengenai kesempatan yang semua orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya (RED:Beasiswa).
Jarum jam terus berjalan sesuai iramanya, sementara untuk mengurus berkas-berkas ini tak bisa dengan waktu yang singkat. Ia kemudian mencari bantuan kepada salah satu orang yang ia kenal untuk menitipkan berkas-berkas tersebut. Tak enak hati memang ketika semua itu adalah untuk dirinya sendiri sementara yang mengurus adalah orang lain. Ucapan terima kasih yang tulus ia berikan kepada orang yang telah mau membantunya.
Jam di ponselnya kini sudah menunjukkan pukul 12:20, ini saatnya si Tuan harus bergegas menuju kuda besinya untuk menemui sang Nyonya, memang perjanjian tadi malam, ia harus berangkat pukul 12:30, namun tak ada salahnya jika ia datang lebih dulu. Yaa.. mungkin ini karena semangat untuk bertemu sudah sangat melonjak-lonjak sehingga makan siang pun tak luput dilupakannya, menurutnya akan lebih indah jika ia bisa makan siang bersamaan dengan si Nyonya dengan tatapan manis si Nyonya, dengan senyuman si Nyonya yang tak bisa dilupakan itu membuat ia semakin semangat menuju lokasi yang telah disepakati.
Entah mengapa, dalam perjalanan kuda besi yang ia tumpangi serasa berlari sangat cepat tak seperti biasanya. Dalam benaknya selalu terngiang sosok si Nyonya yang selalu ia dambakan itu, sosok yang sulit untuk dilupakan atau bahkan tak akan bisa dilupakan. Di tengah perjalanan, Tuan menepi ke sebuah pengisian bahan bakar untuk buang air kecil dan sekaligus mengganti baju, maklum yang akan ia temui nanti adalah seorang wanita yang selalu diidam-idamkannya. Tak lama ia berganti dan rapi dengan segalanya, ia lantas mengecek ponsel untuk mengabarkan keberadaan si Nyonya yang tadi malam ia akan menunggu di lokasi yang sudah ditentukan. Namun ternyata, semua salah, terjadi perubahan nampaknya dalam perjanjian yang sudah disepakati tadi malam. Baiklah bisa dimaklumi walaupun kekecewaan terus menyelimuti hati si Tuan, lantas keduanya menyusun rencana ulang namun dengan sedikit emosi, Tuan nampaknya tak bisa menyembunyikan emosinya atas perubahan rencana yang dilakukan si Nyonya. Tapi itu bisa diterima sebab Nyonya menjelaskan semuanya dengan baik walau pun ada rasa emosi juga yang muncul.
Rencana kedua pun berjalan, si Tuan terus menunggu kabar menggembirakan dari si Nyonya, namun ternyata dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 siang, dan Nyonya pun mengabarkan bahwa ada sedikit kendala, sedikit hambatan, sebuah antrean yang membuat si Tuan semakin emosi dibuatnya. Pertemuan ini semakin tidak efektif nampaknya jika dilanjutkan sebab waktu telah berbicara tentang keadaan yang ada, perjanjiannya adalah pukul 3 siang mereka harus sudah duduk manis dengan dihadapkannya sebuah layar lebar yang sedang memutarkan sebuah tayangan film (RED: Bioskop).
Si Tuan semakin emosi dengan keadaan yang ada, ia pun memutuskan untuk membatalkan pertemuan ini karena dikiranya bahwa akan berantakan jika pertemuan langka ini tetap diteruskan. Namun semua itu sangat disayangkan ketika si Nyonya membalas pernyataan si Tuan dengan emosi yang meledak juga. Emosi bertemu dengan emosi, maka tak aka nada yang padam. Pertengkaran pun muncul, si Tuan berharap bahwa apa yang ia lakukan hari ini bisa dihargai oleh si Nyonya, sebab tak mudah bagi si Tuan untuk meluncur dari ujung Timur ke ujung Barat, bahkan melebihi ujung barat. Kerinduan yang dirsakan keduanya seakan luntur, seakan sudah tak dirasakannya lagi. Namun harapan si Tuan adalah ketika dirinya emosi tolong jangan dibalas dengan emosi pula, mungkin si nyonya lupa akan hal itu, lupa bahwa sejak tiga tahun yang lalu si Tuan sangat tidak suka bahkan kecewa jika ia sedang emosi namun dibalas dengan emosi pula. Si Tuan pun heran dengan apa yang terjadi pada si Nyonya yang sudah tiga tahun bersamanya ini, si Nyonya seakan berubah, berubah dari yang tadinya lembut dan penurut menjadi emosional. Nyonya yang dulu sangat manja dan lembut sekarang menjadi keras kepala dengan tuntutan-tuntutan yang selalu ingin diwujudkannya itu. Entahlah mungkin pergaulan yang membuatnya seperti itu, mungkin juga karena jarangnya terjadi pertemuan antara si Nyonya dan Tuan seperti tiga tahun yang lalu.
Tuan semakin merindu, tuan semakin rindu akan sosok Nyonya pada tiga tahun yang lalu, yang selalu menyejukkan hatinya. Bukan sosok Nyonya yang sekarang. Hari ini Tuan tetap berharap kepada Nyonya akan kelembutan hatinya yang dulu. Ia berharap bahwa api jangan dibalas dengan api pula sebab jika itu terus terjadi maka kobaran api akan semakin besar, dan kobaran tersebut akan menghancurkan segalanya.
Barat Jakarta, Desember 2014
Hari ini 11 Desember 2014, nampaknya terlihat jelas bahwa perubahan dari Tuan dan Nyonya sudah sangat riskan untuk mengalami perpecahan yang cukup serius. Tiga tahun yang lalu, semua tak seperti hari ini, keduanya tak pernah mengeluarkan emosi secara bersamaan, berbeda dengan hari ini ketika si Tuan mengungkapkan rasa kecewanya dengan emosi yang hampir saja meladak namun masih terkontrol, ternyata dibalas pula oleh si Nyonya dengan emosi yang lebih besar.
Siang ini nampak sangat terik, namun tak bisa dipungkiri bahwa semangat si Tuan ini tak ada yang bisa membendungnya, semangat untuk bertemu dengan Nyonya yang memiliki mahkota indah di kepalanya, semangat yang ia rasakan sejak dulu atas kerinduannya terhadap si Nyonya. Tepat pukul 12 siang, si Tuan keluar dari ruangan, namun ia ingat sesuatu sebelum ia meluncur dengan kuda besinya menemui si Nyonya. Si Tuan ingat bahwa hari ini ia harus mengurus berkas untuk mendapatkan tanda tangan dari orang-orang penting untuk keperluannya di masa depan mengenai kesempatan yang semua orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya (RED:Beasiswa).
Jarum jam terus berjalan sesuai iramanya, sementara untuk mengurus berkas-berkas ini tak bisa dengan waktu yang singkat. Ia kemudian mencari bantuan kepada salah satu orang yang ia kenal untuk menitipkan berkas-berkas tersebut. Tak enak hati memang ketika semua itu adalah untuk dirinya sendiri sementara yang mengurus adalah orang lain. Ucapan terima kasih yang tulus ia berikan kepada orang yang telah mau membantunya.
Jam di ponselnya kini sudah menunjukkan pukul 12:20, ini saatnya si Tuan harus bergegas menuju kuda besinya untuk menemui sang Nyonya, memang perjanjian tadi malam, ia harus berangkat pukul 12:30, namun tak ada salahnya jika ia datang lebih dulu. Yaa.. mungkin ini karena semangat untuk bertemu sudah sangat melonjak-lonjak sehingga makan siang pun tak luput dilupakannya, menurutnya akan lebih indah jika ia bisa makan siang bersamaan dengan si Nyonya dengan tatapan manis si Nyonya, dengan senyuman si Nyonya yang tak bisa dilupakan itu membuat ia semakin semangat menuju lokasi yang telah disepakati.
Entah mengapa, dalam perjalanan kuda besi yang ia tumpangi serasa berlari sangat cepat tak seperti biasanya. Dalam benaknya selalu terngiang sosok si Nyonya yang selalu ia dambakan itu, sosok yang sulit untuk dilupakan atau bahkan tak akan bisa dilupakan. Di tengah perjalanan, Tuan menepi ke sebuah pengisian bahan bakar untuk buang air kecil dan sekaligus mengganti baju, maklum yang akan ia temui nanti adalah seorang wanita yang selalu diidam-idamkannya. Tak lama ia berganti dan rapi dengan segalanya, ia lantas mengecek ponsel untuk mengabarkan keberadaan si Nyonya yang tadi malam ia akan menunggu di lokasi yang sudah ditentukan. Namun ternyata, semua salah, terjadi perubahan nampaknya dalam perjanjian yang sudah disepakati tadi malam. Baiklah bisa dimaklumi walaupun kekecewaan terus menyelimuti hati si Tuan, lantas keduanya menyusun rencana ulang namun dengan sedikit emosi, Tuan nampaknya tak bisa menyembunyikan emosinya atas perubahan rencana yang dilakukan si Nyonya. Tapi itu bisa diterima sebab Nyonya menjelaskan semuanya dengan baik walau pun ada rasa emosi juga yang muncul.
Rencana kedua pun berjalan, si Tuan terus menunggu kabar menggembirakan dari si Nyonya, namun ternyata dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 siang, dan Nyonya pun mengabarkan bahwa ada sedikit kendala, sedikit hambatan, sebuah antrean yang membuat si Tuan semakin emosi dibuatnya. Pertemuan ini semakin tidak efektif nampaknya jika dilanjutkan sebab waktu telah berbicara tentang keadaan yang ada, perjanjiannya adalah pukul 3 siang mereka harus sudah duduk manis dengan dihadapkannya sebuah layar lebar yang sedang memutarkan sebuah tayangan film (RED: Bioskop).
Si Tuan semakin emosi dengan keadaan yang ada, ia pun memutuskan untuk membatalkan pertemuan ini karena dikiranya bahwa akan berantakan jika pertemuan langka ini tetap diteruskan. Namun semua itu sangat disayangkan ketika si Nyonya membalas pernyataan si Tuan dengan emosi yang meledak juga. Emosi bertemu dengan emosi, maka tak aka nada yang padam. Pertengkaran pun muncul, si Tuan berharap bahwa apa yang ia lakukan hari ini bisa dihargai oleh si Nyonya, sebab tak mudah bagi si Tuan untuk meluncur dari ujung Timur ke ujung Barat, bahkan melebihi ujung barat. Kerinduan yang dirsakan keduanya seakan luntur, seakan sudah tak dirasakannya lagi. Namun harapan si Tuan adalah ketika dirinya emosi tolong jangan dibalas dengan emosi pula, mungkin si nyonya lupa akan hal itu, lupa bahwa sejak tiga tahun yang lalu si Tuan sangat tidak suka bahkan kecewa jika ia sedang emosi namun dibalas dengan emosi pula. Si Tuan pun heran dengan apa yang terjadi pada si Nyonya yang sudah tiga tahun bersamanya ini, si Nyonya seakan berubah, berubah dari yang tadinya lembut dan penurut menjadi emosional. Nyonya yang dulu sangat manja dan lembut sekarang menjadi keras kepala dengan tuntutan-tuntutan yang selalu ingin diwujudkannya itu. Entahlah mungkin pergaulan yang membuatnya seperti itu, mungkin juga karena jarangnya terjadi pertemuan antara si Nyonya dan Tuan seperti tiga tahun yang lalu.
Tuan semakin merindu, tuan semakin rindu akan sosok Nyonya pada tiga tahun yang lalu, yang selalu menyejukkan hatinya. Bukan sosok Nyonya yang sekarang. Hari ini Tuan tetap berharap kepada Nyonya akan kelembutan hatinya yang dulu. Ia berharap bahwa api jangan dibalas dengan api pula sebab jika itu terus terjadi maka kobaran api akan semakin besar, dan kobaran tersebut akan menghancurkan segalanya.
Barat Jakarta, Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar