SARAH, Nyonya Yang Kelelahan
Sebuah perjalanan pastinya akan ada titik dimana perjalanan itu telah selesai, bisa kita analogikan dengan sebuah track lari, jika kita start di kilometer nol maka nantinya kita akan finish di kilometer selanjutnya. Semua itu pasti ada akhirnya, dan untuk menuju akhiran tersebut setiap orang jelas berbeda-beda menggunakan cara yang mereka inginkan. Mungkin saja ada orang yang menjalankannya dengan cepat tanpa halangan atau bahkan sebaliknya, atau bisa pula ada yang berhenti di tengah perjalanan menuju garis finish karena mungkin rasa lelah telah menyelimutinya. Dan untuk akhir dari perjalanan itu sendiri setiap orang jelas memiliki motivasi untuk mengakhiri perjalanannya bagaimana, ada yang bahagia karena memang dlam perjalanananya tidak terlalu mengalami kendala, tapi ada pula yang ditengah perjalanan mengalami kendala namun di akhir ia sangat bahagia dengan apa yabg diperolehnya.
Tapi sudahlah, sudah cukup sesi pembukaan di atas, tak perlu kuberikan penjelasan dan analogi berpanjang lebar seperti novel.
Berbicara tentang lelah, setiap orang pasti merasakan kelelahan di setiap perbuatan yang menurutnya sabgat menguras tenaga. Aku sendiri pun pernah merasakan kelelahan yang teramat sangat, namun jelas konteks nya berbeda dengan berolahraga. Aku merasa lelah, lelah sekali dengan apa yang ku lakukan, bahkan sempat berpikir, untuk apa ku lakukan hal seperti ini, aku mengejar-ngejar hal dan berharap akan sebuah perubahan namun nyatanya sampai detik ini pun perubahan itu tak kunjung terlihat sedikit pun. Ini adalah ceritaku sewaktu bersama (sebut saja Sarah). Sarah adalah gadis yang benar-benar ku dambakan hingga tak ingin sedikitpun aku lewatkan kesempatan bersamanya. Aku dan dia berhubungan cukup lama bahkan hingga timbul pertanyaan untuk apa harus selama itu?.
Setiap kali ada kesempatan untuk bertemu, aku akan coba usahakan semampuku, walaupun aku sedang ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi aku pikir bahwa kesempatan bertemu sepertinya lebih penting dari pada pekerjaan-pekerjaanku. Jika dirasakan, tubuh ini sangatlah lelah, melakukan hal tersebut berulangkali melihat jarak yang tidak bisa dikatakan dekat. Hubunganku dengan Sarah sama sekali tidak ada perubahan dari awal hingga sekarang mengenai orang tua, malah sepertinya kebencian orang tua justru semakin bertambah tingkatannya. Aku terus berharap semua ini akan berubah dan berjalan lebih indah hingga bisa ku tunjukan kebahagiaan itu pada semua orang. Tapi mungkin itu hanya khayalan yang tak akan terjadi.
Aku merasa lelah dengan penantian, aku merasa lelah dengan apa yang kulakukan setiap kali bertemu tanpa ada apresiasi istimewa ketika berpisah, aku lelah bersembunyi di balik pagar atau di balik mobil, dan aku pun terkadang lelah menuruti kemauannya yang mungkin bagiku sangat sulit, aku lelah dipermalukannya di tempat umum dengan caranya yang seperti memegang kendali kendaraan, aku lelah berharap padanya tentang sesuatu yang kuharapkan namun ia tidak pernah mengharapkan, dan aku pun lelah bertindak cepat dan sigap ketika ia tak tau aku sudah berusaha cepat. Banyak kelelahan yang ku rasakan jika semua kelalahan itu ku ungkapkan kepadanya, namun itu sepertinya tidak adil, tak pantas aku mengatakan lelah dihadapan orang yang ku idam-idamkan itu.
Aku pun meminta satu hal kepadanya agar aku merasa rasa lelahku ini hilang dan bisa terlupakan sehingga aku taj perlu merakan kelelahan ini dan itu. Memang, mungkin permintaan itu sejak awal salah, dan mungkin ia sangat tidak suka. Namun menurutku ini berbeda, aku berusaha agar ia bisa melakukannya, aku arahkan dan ku berikan caranya. Namun ternyata ia tak mau. Hati kecilku ini merasa kecewa dengan sikapnya. Namun tak apa, itu sudah biasa, aku seakan terbiasa dengan penolakan terhadap permintaanku. Entah mengapa walau sesungguhnya hati ini merasa benar-benar sedih ketika ia menolaknya.
Aku mencoba melupakan kekecewaan itu dengan berdiam diri, aku mencoba berpikir apa yang harus aku lakukan agar semua ini tidak terulang. Agar semua kembali seperti sedia kala. Namun ia berpikir lain, ia merasa lelah, ia bahkan mengungkapkannya, dan aku yakin bahwa kali ini ia benar-benar lelah. Mungkin memang permintaanku konyol, tapi ku rasa itu bisa ia lakukan jika ia mau mencobanya.
Ia mengungkapkan kelelahannya itu seperti lelah yang sudah pada tingkat tertinggi. Ya mungkin memang aku yang salah, aku salah membuatnya lelah, aku salah tidak menuruti apa yang ia mau.
Perjalanan pun terputus di tengah track, mereka berdua berdiam tanpa saling sapa, terus begitu hingga waktu yabg tak dapat ditentukan. Entahlah perjalananini harus berkahir di garis finish dengan perasaan yang gembira atau sebaliknya.
Cerita di atas adalah tentang tokoh Tuan dan Nyonya (sebut saja Sarah)
Sebuah perjalanan pastinya akan ada titik dimana perjalanan itu telah selesai, bisa kita analogikan dengan sebuah track lari, jika kita start di kilometer nol maka nantinya kita akan finish di kilometer selanjutnya. Semua itu pasti ada akhirnya, dan untuk menuju akhiran tersebut setiap orang jelas berbeda-beda menggunakan cara yang mereka inginkan. Mungkin saja ada orang yang menjalankannya dengan cepat tanpa halangan atau bahkan sebaliknya, atau bisa pula ada yang berhenti di tengah perjalanan menuju garis finish karena mungkin rasa lelah telah menyelimutinya. Dan untuk akhir dari perjalanan itu sendiri setiap orang jelas memiliki motivasi untuk mengakhiri perjalanannya bagaimana, ada yang bahagia karena memang dlam perjalanananya tidak terlalu mengalami kendala, tapi ada pula yang ditengah perjalanan mengalami kendala namun di akhir ia sangat bahagia dengan apa yabg diperolehnya.
Tapi sudahlah, sudah cukup sesi pembukaan di atas, tak perlu kuberikan penjelasan dan analogi berpanjang lebar seperti novel.
Berbicara tentang lelah, setiap orang pasti merasakan kelelahan di setiap perbuatan yang menurutnya sabgat menguras tenaga. Aku sendiri pun pernah merasakan kelelahan yang teramat sangat, namun jelas konteks nya berbeda dengan berolahraga. Aku merasa lelah, lelah sekali dengan apa yang ku lakukan, bahkan sempat berpikir, untuk apa ku lakukan hal seperti ini, aku mengejar-ngejar hal dan berharap akan sebuah perubahan namun nyatanya sampai detik ini pun perubahan itu tak kunjung terlihat sedikit pun. Ini adalah ceritaku sewaktu bersama (sebut saja Sarah). Sarah adalah gadis yang benar-benar ku dambakan hingga tak ingin sedikitpun aku lewatkan kesempatan bersamanya. Aku dan dia berhubungan cukup lama bahkan hingga timbul pertanyaan untuk apa harus selama itu?.
Setiap kali ada kesempatan untuk bertemu, aku akan coba usahakan semampuku, walaupun aku sedang ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi aku pikir bahwa kesempatan bertemu sepertinya lebih penting dari pada pekerjaan-pekerjaanku. Jika dirasakan, tubuh ini sangatlah lelah, melakukan hal tersebut berulangkali melihat jarak yang tidak bisa dikatakan dekat. Hubunganku dengan Sarah sama sekali tidak ada perubahan dari awal hingga sekarang mengenai orang tua, malah sepertinya kebencian orang tua justru semakin bertambah tingkatannya. Aku terus berharap semua ini akan berubah dan berjalan lebih indah hingga bisa ku tunjukan kebahagiaan itu pada semua orang. Tapi mungkin itu hanya khayalan yang tak akan terjadi.
Aku merasa lelah dengan penantian, aku merasa lelah dengan apa yang kulakukan setiap kali bertemu tanpa ada apresiasi istimewa ketika berpisah, aku lelah bersembunyi di balik pagar atau di balik mobil, dan aku pun terkadang lelah menuruti kemauannya yang mungkin bagiku sangat sulit, aku lelah dipermalukannya di tempat umum dengan caranya yang seperti memegang kendali kendaraan, aku lelah berharap padanya tentang sesuatu yang kuharapkan namun ia tidak pernah mengharapkan, dan aku pun lelah bertindak cepat dan sigap ketika ia tak tau aku sudah berusaha cepat. Banyak kelelahan yang ku rasakan jika semua kelalahan itu ku ungkapkan kepadanya, namun itu sepertinya tidak adil, tak pantas aku mengatakan lelah dihadapan orang yang ku idam-idamkan itu.
Aku pun meminta satu hal kepadanya agar aku merasa rasa lelahku ini hilang dan bisa terlupakan sehingga aku taj perlu merakan kelelahan ini dan itu. Memang, mungkin permintaan itu sejak awal salah, dan mungkin ia sangat tidak suka. Namun menurutku ini berbeda, aku berusaha agar ia bisa melakukannya, aku arahkan dan ku berikan caranya. Namun ternyata ia tak mau. Hati kecilku ini merasa kecewa dengan sikapnya. Namun tak apa, itu sudah biasa, aku seakan terbiasa dengan penolakan terhadap permintaanku. Entah mengapa walau sesungguhnya hati ini merasa benar-benar sedih ketika ia menolaknya.
Aku mencoba melupakan kekecewaan itu dengan berdiam diri, aku mencoba berpikir apa yang harus aku lakukan agar semua ini tidak terulang. Agar semua kembali seperti sedia kala. Namun ia berpikir lain, ia merasa lelah, ia bahkan mengungkapkannya, dan aku yakin bahwa kali ini ia benar-benar lelah. Mungkin memang permintaanku konyol, tapi ku rasa itu bisa ia lakukan jika ia mau mencobanya.
Ia mengungkapkan kelelahannya itu seperti lelah yang sudah pada tingkat tertinggi. Ya mungkin memang aku yang salah, aku salah membuatnya lelah, aku salah tidak menuruti apa yang ia mau.
Perjalanan pun terputus di tengah track, mereka berdua berdiam tanpa saling sapa, terus begitu hingga waktu yabg tak dapat ditentukan. Entahlah perjalananini harus berkahir di garis finish dengan perasaan yang gembira atau sebaliknya.
Cerita di atas adalah tentang tokoh Tuan dan Nyonya (sebut saja Sarah)