berikut adalah lanjutan dari cerita "Kasih Yang Tercapai" sebelumnya.. mari disimak baik-baik kelanjutan kisahnya, selamat membaca ..
Kasih Yang Tercapai - PART
2
Suasana malam yang sangat sepi, angin yang berhembus
kencang terasa sampai kedalam tubuhku dan mencoba menusuk tulang-tulangku. Di
suasana yang seperti itu tiba-tiba lewatlah sebuah mobil yang ternyata di
dalamnya adalah Mas Panji Wijaya, ia berhenti dan keluar dari dalam mobilnya.
“hey kamu masih nunggu angkutan
ya?” Tanya Mas Panji,
“iya mas, aku nunggu angkutan yang biasa” jawabku
“ini sudah hampir tengah malam Ren, angkutan sudah jarang ada
yang lewat sini, sudah lebih baik kamu bareng dengan saya ya..” jelasnya
membujukku agar ikut dengannya.
“baiklah pak kalu begitu, maaf yaa ngerepotin” sahutku dan
menerima tawarannya.
Sepanjang perjalanan
ternyata aku tertidur pulas, aku terbangun ketika sudah sampai di depan rumah.
“Ren.. Rena… bangun Ren sudah sampai nih..” katanya
dan membangunkanku
Aku terkejut ketika Mas Panji membangunkanku. “iii iyaa Mas,
maaf sepanjang perjalanan aku tertidur.” Kataku
“iya tidak apa-apa, pasti kamu lelah sekali, sana masuk
terusin tidurnya di dalam.” Jawabnya dan menyuruhku meneruskan tidur.
“iya Mas, makasih ya atas tumpangannya”
kataku dengan senang hati
“iya sama-sama koq Ren, sana masuk, besok jangan sampai telat
yaa” pintanya.
Aku pun turun dari mobil
dan langsung masuk ke dalam rumah sambil membawa berbagai naskah yang belum
selesai diedit.
Keesokan harinya aku
kembali bekerja di depan meja kerjaku dan seperti biasa beragam naskah sedang
menunggu untuk diedit. Namun ketikaku sedang asik mengedit naskah tiba-tiba datang
Mba Sinta dengan muka yang seperti biasa selalu mencekam.
“hehh Ren, nih ada naskah silahkan kamu edit yang bener”
pintanya sambil melempar setumpuk naskah ke mejaku.
“baik Mba, nanti akan saya kerjakan” jawabku dengan terkejut.
Ketika malam hari Rena
kembali pulang dan membawa pekerjaannya ke rumah. Udara malam yang dingin
ditambah turunnya hujan membuat suasana menjadi sangat dingin. Aku pun bergegas
untuk pulang, aku berjalan seperti biasa sambil menunggu angkutan yang lewat.
Namun tak berapa lama aku menunggu tiba-tiba ada seorang dengan mengendarai
sepeda motor yang cukup besar berhenti di depan ku, dan ternyata ia adalah
Ryan.
“heyy, Rena? Ngapain kamu disini
hujan-hujan” sahut Ryan
“ehh Ryan, iya ini aku Rena, biasa aku lagi nunggu angkutan,
kan aku sekarang sudah kerja.” Jawabku dengan tersenyum melihat wajahnya
“oh jadi sekarang kamu kerja di Era Com? Wah hebat dong bisa
kerja di perusahaan terkenal”
“ya sudah Ren mending kamu bareng aku yuk,
nih aku bawa jas hujan 2 koq, ok” tanyanya dengan sedikit bercanda
“iya yan
makasih yah” jawabku dengan senang hati
Tanpa disadari dari
kejauhan ternyata Panji memperhatikan Rena yang sedang menunggu angkutan sambil
membawa begitu banyak naskah untuk diedit dirumahnya. Ia terus memperhatikan
karyawan barunya itu yang setiap hari selalumembawa pekerjaannya kerumah.
Terlintas di benaknya sebuah pertanyaan mengapa
ia selalu membawa begitu banyak naskah? Apa yang sebenarnya terjadi pada Rena?.
Hari berikutnya, Panji
yang kemarin memperhatikan Rena membawa begitu banyak naskah untuk diedit,
mencoba menyelidiki semua ini. Ia coba mendatangi meja kerja Rena di pagi hari
sebelum Rena sampai ke kantor. dan Panji pun melihat ada sesuatu yang aneh,
terlihat beberapa naskah yang sedang diedit oleh Rena namun ternyata
naskah-naskah tersebut adalah naskah yang novelnya sudah diterbitkan. Sontak
ini membuat Panji terkejut mengapa Rena sampai mengerjakan tersebut dan siapa
yang memintanya mengerjakan semua ini. Tak berpikir panjang, Panji langsung
bertanya kepada pengawas editor, ternyata yang menyuruh Rena mengerjakan semua
ini adalah Sinta, pimpinan perusahaan disini. Lantas Panji pun mendatangi Sinta
dan menanyakan apakah benar apa yang dikatakan pengawas editor tersebut dan
ternyata “Iya” Sinta mengaku bahwa yang menyuruh Rena mengedit naskah-naskah
tersebut adalah dia.
“Sinta, jawab pertanyaanku, mengapa kamu melakukan semua ini
kepada Rena?” Tanya Panji
“iya karena aku tidak suka dengan anak itu, aku tidak suka
dengan pegawai kesayanganmu itu, ngerti” jawab Sinta dengan kesal.
“untuk apa kamu melakukan ini? Apa salah
Rena?” Tanya Panji
“ingat ya, aku ini pewaris tunggal dan pemilik saham 100% di
perusahaan ini jadi siapa saja yang berani macam-macam samaku maka tak
segan-segan aku akan memecatnya, dan dia sudah berani mendekati tunanganku”
Jelas Sinta.
“ok Sinta, aku dan Rena itu tidak ada apa-apa, kita berdua
hanyalah rekan kerja, aku bos dan dia pegawaiku, paham” kataku mencoba
menenangkan Sinta.
“sudahlah….” Jawab Sinta dan terus meninggalkan Panji.
Malam berikutnya ketika
aku pulang dari kerja dan membawa berbagai naskah untuk diedit ternyata Mas
Panji mengikutiku dari belakang dan ketika aku sampai di rumah dan turun dari
ojek yang ku tumpangi, tiba-tiba Mas Panji menghampiriku.
“Rena… .” panggil Mas Panji
“eeee.. Mas Panji? Koq bisa ada disini? mau apa?”
tanyaku dengan heran.
“gini Ren, mulai sekarang tinggalkan semua naskah
yang kau bawa itu” pinta Mas Panji
“loh kenapa Mas? Ini kan pekerjaanku?” Tanyaku tambah
heran
“iya Ren, jadi semua naskah yang kamu kerjakan itu sebenarnya
sudah diterbitkan, ya anggap saja semua ini adalah proses penyesuaian diri
terhadap pekerjaanmu ok” jelas Mas Panji mencoba menutupi yang sebenarnya
terjadi
“oohh jadi ini semua sebenarnya rekayasa?” sahutku
“iya benar, jadi mulai besok kamu mulai dengan pekerjaan yang
sebenarnya” pinta mas Panji
“baiklah Mas kalau begitu” jawabku
Keesokan
harinya seperti biasa pagi yang cerah menyambutku dengan ceria. Pagi hari
ketika ku sudah berada di meja kerjaku, Mas Panji menghampiriku dan memberikan
sebuah naskah baru yang harus diedit.
“Ren, ini ada naskah baru yang harus kamu edit, tolong
dikerjakan ya, paling lambat 3 hari” pintanya dengan penuh senyum
“ohh iya Mas, kali ini naskahnya benar-benar baru kan?”
tanyaku
“iya Ren, yang ini baru” jawabnya meyakinkan.
Semakin
hari seiring berjalannya waktu hubungan Mas Panji denganku menjadi semakin
dekat. Entah apa maksudnya dengan kedekatan semua ini, tetapi semua ini ku
anggap hanya sebatas rekan kerja. Namun dengan kedekatanku dan Mas Panji, Mba
Sinta semakin benci denganku, dia berusaha mengeluarkanku dari kantor hingga
suatu hari aku dipanggil ke dalam ruangannya.
“Ren,
dipanggil Mba Sinta tuh di ruangannya.” Pinta salah satu pegawai disana
“oh iya
makasih ya.” Jawabku
“toktoktoookk….”
Suara pintu ke ketok
“ya
masuk.” Jawab Mba Sinta dari dalam ruangan
“maaf
Mba, ada apa ya Mba manggil saya kesini.” Tanyaku bingung
“nih
surat pemecatan anda.” Jawabnya dengan ketus sambil menyerahkan sebuah surat.
“maksudnya
apa Mba? Apa salah saya?” tanyaku dengan sangat heran.
“sudah,
mulai sekarang jangan pernah datang lagi ke kantor ini.” Pintanya
“tapi
atas dasar apa Mba Sinta memecat saya.” Tanyaku lagi
“ingat ya saya adalah pemilik saham terbesar di perusahaan
ini, 100%. Ingat itu!! Jadi saya berhak untuk memecat siapa saja di perusahaan
ini.” Jelasnya dengan sangat emosi
“ok saya terima, tapi ingat Mba saya bisa melaporkan anda ke
Depnagker atas pemecatan tanpa alas an yang jelas seperti ini.” Jawabku yang
ikut emosi sambil mengancam
“silahkan saja kalu anda mau melaporkan saya.” Tantangnya
dengan penuh percaya diri
Aku pun
langsung meninggalkan ruangan itu dan kembali ke meja kerja untuk membereskan
semua peralatan kerja yang ada. Aku segera meninggalkan kantor itu, namun
ketika ku membereskan mejaku, datang Mas Panji yang milahat ku dari kejauhan.
“Rena..
kamu kenapa ren? Apa yang sedang terjadi?.” Sahutnya dan bertanya kepadaku
Aku tak
menjawab apa yang ditanyakan oleh Mas Panji. Aku langsung berlari keluar kantor
dan meninggalkan Mas Panji. Namun Mas Panji mengejarku dan menahanku pergi di
depan kantor.
“Rena
tunggu Rena, jawab aku, apa yang telah terjadi?.” Tanyanya
Lariku
terhenti karena tarikannya.
“harusnya
sebagai bos kamu tahu apa yang terjadi di dalam kantor ini, tanyakan saja semua
kepada Mba Sinta apa yang terjadi!!.” Jawabku dengan sangat kesal
“apa
Mba Sinta? Apa yang dilakukannya terhadapmu Ren?.” Tanyanya lagi.
“sudahlah
Mas, kamu tanyakan saja padanya.” Jawabku dan langsung meninggalkan kantor dan
Mas Panji.
Hari itu juga Mas Panji
menemui Mba Sinta saat makan siang di sebuah restoran untuk membicarakan apa
yang terjadi terhadap Rena sampai ia meninggalkan kantor seperti itu.
“Sinta, jawab pertanyaanku, mengapa tadi pagi Rena keluar
dari kantor dan membereskan semua peralalatan kerjanya?.” Tanya Mas panji
dengan Kesal
“aku telah memecatnya sebagai pegawai di kantor ini,
kenapa?.” Jelas Mba Sinta dan bertanya balik
“apa? Atas dasar apa kamu memecatnya?.” Tanya Mas Panji
“inget Panji, aku ini pemilik saham terbesar di perusahaan
ini, jadi terserah aku kalau aku memecat Rena dari perusahaan ini, ngerti.”
Kata Mba Sinta
Mas Panji pun terdiam setiap kali Mba Sinta berkata seperti
itu, seolah-olah Mba Sinta adalah penguasa disini.
“ingat Mas, kamu tuh bukan apa-apa sebelum kamu kenal aku,
kamu itu Cuma penulis biasa dengan penghasilan yang menunggu omset 6 bulan
sekali.” Jelas Mba Sinta tambah ketus
Mas Panji pun mulai gerah dengan semua perkataan Mba sinta.
“ok kamu adalah pemilik saham terbesar disini, tapi ingat
kamu tidak bisa apa-apa tanpa bantuan pegawai-pagawai yang lain Sin, silahkan
kamu pecat semua pegawaimu dan kamu bekerja sendiri. Apa kamu bisa.” Jawab Mas
Panji mencoba membuat Sinta mengerti
“ooohhh Jadi sekarang Mas Panji sudah berani melawan ku
semenjak kenal dengan wanita editor itu iya.” Kata Mba Sinta dan langsung
beranjak dari kursi dan meninggalkan Mas Panji.
Seusai menanyakan masalah yang terjadi kepada Mba
Sinta, Mas Panji pun berniat untuk menemuiku di rumahku.
Ia pun sampai dirumahku.
“permisi, Rena…” sahut Mas Panji
“iya..” ibuku menjawab sambil membukakan pintu
“Renanya ada bu?” Tanya Mas Panji kepada ibuku
“Oh.. Rena iya ada, tunggu sebentar yaa.. mari
silahkan masuk” pinta ibuku
“iya bu makasih” jawab Mas Panji
Mas Panji pun duduk dan menunggu Rena di ruang tamu..
Setelah menunggu
beberapa menit datanglah Rena ke ruang tamu menghampiri Mas Panji.